This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

11/30/2012

Papua Memperingati Hari Kemerdekaan dengan Upacara Pengibaran Bintang Kejora

Papua Lanny jaya,--  1 Desember merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa papua, walaupun pemerintah negara indonesia melarang rakyat papua manaikan bintang kejora sebagai bendera rakyat papua, namun ternyata kini rakyat papua tetap memperingati hari kemerdekaan dengan berbagai bentuk bahkan di lakukan dengan upacara pengibaran bintang kejora secara resmi.

Sesuai laporan dari rakyat papua di lanny jaya, upacara pengibaran bintang kejora di lakukan dengan upacara resmi rakyat bersama para pejuang gerilya di lanny jaya papua dini hari 1/12/2012.

Dalam sambutannya Pimpinan OPM Purom Wenda mengatakan tidak kata mundur dalam perjuangan kami, dengan berbagai cara kami tetap berjuang, entah gerilya, diplomasi, demo damai kami akan menyatakan kepada dunia bahwa kami mau keluar dari negara NKRI, kami tetap berjuang untuk mendapat pengakuan dan legitimasi dunia atas status bangsa papua sebagai negara yang berdaulat, katanya.

Upacara di lakukan dengan penuh memaknai, rakyatpun berpartisipasi dalam upacara ini, di sela - sela upacara, juru bicara TPN P wene wenda mengatakan, siapa yang melarang kami untuk memperingati hari kemerdekaan kami, yang melarang kami adalah orang yang tidak tahu tetang sejarah bangsa papua. kami mempunyai hak mutlak untuk merayakannya, kami di jamin undang - undang NKRI dan dunia. 

Kalaupun ada yang melarang berarti Dia melangar Hak kami sebagai bangsa papua yang mau merdeka dan keluar dari Indonesia. jadi kami berharap semua rakya papua merayakan dengan berbagai bagai bentuk dan cara, entah ibadah, upacara, doa dan lain - lain katanya.

Walaupun aparat TNI/Polri melarang untuk kami merayakan hari bangsa papua, namun rakyat papua tetap dengan berbagai  cara merayakannya, bahkan pengibaran bintang kejora. (tw)

11/29/2012

TPN/OPM Wilayah Lanny Jaya Mengaku Tembak Rombongan Kapolda Papua

TPN Restor Lanny Jaya Purom Wenda (Photo TPN)
Jayapura - Panglima Tinggi Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (OPM) Distrik Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Purom Okiman Wenda, mengaku bertanggung jawab atas penyerangan terhadap rombongan Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Tito Carnavian.

Rombongan yang menggunakan mobil yang beriringan sedang melintas dari Wamena menuju Kepolisian Sektor Tiom, Kabupaten Lany Jaya, Rabu, 28 November 2012. Di antara rombongan juga terdapat Asisten Intelejen Kodam XVII Cenderawasih, Kolonel Napoleon.

”Iya, kami tembak. Waktu itu ada satu mobil di depan. Kami lihat dan serang. Mobil di belakang juga kami tembak, kata Wenda, Jumat, 30 November 2012.

Menurut Wenda, saat penyerangan dilakukan, jumlah anggota OPM puluhan orang. Penyerangan menggunakan senjata laras panjang dan pistol. ”Kami balas ditembak, tapi tidak ada yang kena, ujarnya.

Rombongan aparat keamanan Indonesia itu diserang dari jarak sekitar 100 meter. Namun, dalam aksi baku tembak yang berlangsung sekitar satu jam itu tidak menimbulkan korban. ”Jaraknya dekat saja. Kami tembak mereka lari. Kami juga lari,” ujar Wenda.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Ajun Komisaris Besar Polisi I Gede Sumertha Jaya, mengatakan rombongan sebelumnya meninjau lokasi insiden pembakaran Kantor Polsek Pirime yang menewaskan tiga anggota polisi.

Usai melakukan peninjauan, rombongan beranjak ke Tiom. Saat kendaraan yang ditumpangi rombongan berada di Kampung Indawa, wilayah antara Distrik Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, dan Distrik Makki, Kabupaten Jayawijaya, terjadi penyerangan.

Para pengawal rombongan melakukan tembakan balasan yang membuat anggota OPM mundur. Konvoi rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Tiom. "Kami masih terus mengejar mereka," ujar Sumertha.

Penegakan HAM di Papua Sebuah Ironi

Oleh: Jhon Pakage - Published www.umagiNews

 

Intervensi luar negeri bagi keamanan global, politik dan pembangunan hak asasi manusia menjadi persolan susah untuk di wujudkan pada wilayah yang sangat rawan di Papua Barat. Sebuah Reaksi kecil pemerintah luar negeri atas eskalasi besar pembunuhan dan penahanan tak berasalan hukum telah diperbincangkan oleh banyak anggota Negara, megingatkan pemerintah Indonesia agar memelihara hukum HAM terhadap orang Papua Barat selama pertemuan dewan HAM pada Mei lalu.

 Baru-baru setelah peringatan international kepada Indonesia, pada 14 Juni terjadi pembunuhan tak beralasan hukum terhadap pemimpin kemerdekaan rakyat Papua Barat yaitu Mako Tabuni yang melibatkan unit global anti- teroris atau densus 88 yang secara besar di danai oleh Australia dan Amerika Serikat. Insiden ini menarik  tanggapan publik terhadap pemerintah Australia, menteri luar negeri berjanji mengirimkan perwakilan khusus, tetapi lebih terpenting adalah mengajak Indonesia untuk jurnalis asing, aktivis dan diplomat dengan bebas akses kedalam wilayah konflik ini. Sedangkan pemerintah Amerika Serikat sudah sedang mendorong Indonesia untuk melaksanakan agenda dialogue terbuka dan efektifitas implementasi status otonomi khusus, sedangkan dari Negara-negara donator lain untuk unit densus 88 kenyataannya tidak ada reaksi. Pemerintah luar negeri harus melakukan tindakan intervensi atas insiden itu, tidak hanya ingatkan Indonesia tetapi juga aksi lebih lanjut dalam penyelesaian akar persoalan politik di daerah itu.
Persoalan ini hendaknya di dibahas pada sesi debat publik Majelis Umum PBB pada tanggal 25 September -1 October berdasarkan agenda utama mereka yakni penilaian dan penyelesaian pertikaian internasional; melalui cara-cara damai.         
Walapun saat ini sebagian kecil pemerintah dunia telah menangapi tentang pelanggaran HAM baru-baru ini, hal itu tidak sepertinya suatu intervensi nyata karena kepentingan bilateral dan multilateral selalu berada diantara mereka, beberapa contoh diantaranya adalah:
1.      Australia mempunyai sebuah perjanjian keamanan yang ditandatangani tiga minggu lalu dengan Indonesia untuk  mengontrol kegiatan politik rakyat Papua;
2.      Amerika dan Indonesia memiliki sebuah perjanjian bilateral keamanan untuk  melindungi saham tambang emas dan perak mereka, dan dibaliknya teroris selalu saja terlibat sehingga banyak orang tak bersalah selalu terbunuh;
3.      Dalam program keamanan regional pasifik juga di sebutkan adanya dukungan bagi unit anti teroris atau  densus 88, namun tidak ada peratihan atas pembunuhan masyarakat adat pasifik mereka;
4.      Pemerintah multilateral PBB tidak ada misi investigasi atas pembunuhan tak bersalah hukum itu. Melalui intervensi pemerintah luar negeri telah gagal menerapkan program perdaimaian dan kemananan global terhadap pemberantasan teroris untuk melindungi orang  tak apa-apa di wilayah rawan  konflik.
Bagi Indonesia, pembuhunan terhadap seorang pemimpin separatis seperti Mako Tabuni adalah bagian dari menjaga pertahanan keutuhan negara atas Papua Barat. Indonesia menghakimi atau mencap pergerakan kemerdekaan Papua sebagai kelompok teroris  atau kriminalis adalah benar-benar stigma negatif dan salah mengartikan, sehingga pada kenyataannya tidak ada dukungan pemerintah untuk aspirasi kemerderkaan. Kegagalan atas program perdaimaian dan keamanan global adalah tidak pernah diberikan peringatan internasional kepada Indonesia, oleh karena itu kita akan melihat tangapan dari Negara-negara yang mempunyai kepentingan dalam pertemuan tahunan PBB.    
Dalam fakta sejarah, status wilayah Papua Barat secara ilegal terintegrasi kedalam Indonesia sejak intervensi asing mulai berlansung di Papua Barat. Kritikan-kritikan umum bahwa PBB telah mengabaikan memelihara mandat dunia terhadap hak-hak penentuan sendiri karena tekanan perang dingin dimana Amerika Serikat menjadi kunci kekuasaan dalam permainan politik internasional. Sebagai hasilnya “referendum satu orang satu suara” adalah terabaikan dibawah aturan militer Indonesia dan pengawasan PBB seperti hanya 10 persen dari total penduduk orang Papua Barat mengambil bagian dalam proses pepera 1969.
Sebuah pertanyaan hukum kritis bahwa mengapa itu diratifikasikan atau disahkan dibawah hukum internasional dengan nomor resolusi 2504 Majelis Umum PBB, maka untuk status quo secara legal diperdebatkan hingga saat ini. Banyak aktivis terbunuh seperti Mako Tabuni adalah seorang pemimpin kemerdekaan mudah dengan keras mempromosikan agenda referendum selama beberap tahun. Saat ini rakyat Papua Barat sedang mencari sebuah pendekatan tepat untuk melihat kembali kegagalan referendum masa lalu, dalam hal ini pengakuan dan kejujuran dari aktor-akto kunci pemerintah (PBB, Amerika, Belanda dan Indonesia) sangat krusial.    
Salah satu kunci ukuran atas kegagalan pemerintah global adalah selalu menghormati resolusi PBB nomor 2504 yang catat hukum itu. Dari perspektif orang Papua Barat, kegagalan intervensi pemerintah luar negeri memiliki suatu bukti sejarah kuat kalau menguji sejarah  penipuan politik menurut cara-cara prinsip internasional lagipula system global dunia adalah sangat jelas. Dalam kenyataannya seorang perwakilan khusus PBB Dr Fernando pernah melaporkan tentang pengabaian dari “referendum satu-orang satu suara”, maka itu aktor-aktor pemerintah luar negeri harus membayar tanggung jawab moral dalam realisasi yang effektif terhadap kewajiban dunia ini. Pemerintah Vanuatu dan kelompok parlemen internasional sudah sedang mengambil peran krusial dengan mendesak reaksi-reaksi pemerintah luar negeri untuk mempromosikan opini hukum terhadap status politik, sehingga sekarang mereka mencari suatu dukungan besar. 
Dibawah aturan dunia baru, campur tangan pemerintah luar negeri merupakan pendekatan terbaik atas penyelesaian pertikaan internasional, soal Papua Barat tidak pernah menjadi bagian penting dari agenda dunia. Rakyat Papua Barat meminta sebuah intervensi luar negeri adalah untuk mencabut keluar potensi sengketa politik di dareah melalui agenda-agenda pembangunan global seperti pengahapusan kolonialisme dunia, resolusi konflik melalui mediasi pihak ketiga, perbaikan demokrasi murni dan pembanganuan hak asasi manusia. Indonesia tidak pernah merealisasikan semua program bahkan lama tidak ada reaksi yang diambil oleh kelompok-kelompok pemerintahan regional dan internasional (PBB, Forum kepulauan Pasifik, Kelompok Negar2 Melanesia, Kesatuan EROPA) termasuk Negara-negara individu walaupun sebuah perang gerilya tak terlihat diantara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Tentara Nasional Papua (TPN) secara serius terus terjadi. Konsekuensinya:
1.    Banyak orang dari mereka terbunuh dan mati lapar,
2.    Tidak sehat, sebab disana tidak ada pelayanan kesehatan di rumah sakit karena dokter dan perawat di intimdasi oleh TNI di kabupaten Paniai bulan lalu dan beberapa distrik Wamena dan Puncak Jaya
3.      Perang tersembunyi terus meningkat di daerah perbatasan.
Pengorbanan dan penderitaan tidak di ketahui oleh publik karena Jurnalis dan lembaga kemanusiaan selalu di batasi oleh otoritas kolonial untuk mencari semua data pengorbanan manusia sepanjang sejarah. Oleh karena itu program bantuan kemanusiaan, misi pencari fakta, dan pasukan penjaga perdamaian merupakan kebutuhan dasar yang harus diambil melalui intervensi pemerintah luar negeri.
Komunitas internasional dan kelompok Papua Barat dengan tegas meminta satu aksi nyata oleh pemerintah dunia guna melihat kembali masalah Papua Barat selama pertemuan tahunan PBB tahun ini. Perjuangan Rakyat Papua barat disebabkan oleh sebuah kegagalan masa lalu terhadap praktek hak-hak penentuan sendiri yang dimainkan oleh intervensi pemerintah luar negeri; mereka meminta merevisi ulang kesalahan masa lampau ini melalui tingkat forum dunia apapun.
Sebagian kecil kelompok komunitas politik telah membentuk program untuk mempromosikan agenda opini hukum tentang status territorial misalnya pemerintah Vanuatu dan kelompok perjuangan Papua Barat, kelompok pendukung Pengacara Internasional untuk Papua Barat, Parlemen Internasional untuk Papua Barat dan lainnya; mereka berkerja sama untuk mewujudkan program itu. Mereka mengindikasikan bahwa hak-hak penentuan sendiri tidak pernah di praktekan bagi orang Papua Barat, oleh karena itu kelompok-kelompok tersebut berkomitmen membangun jaringan luas dan mencari banyak dukungan untuk mendesak pemerintah dunia mencari cara-cara yang sesuai.
Tekanan perang dan konflik lebih tinggi ketika ada reaksi kecil dari pemerintah luar negeri. Dua pelapor khusus PBB tahun 2008 menjelaskan bahwa pelanggran HAM menjadi pelanggaran harian dan  perasaan ketakuatan tanpa bertanya-tanya terjadi terhadap orang asli Papua Barat tanpa aksi lanjutan yang di ambil oleh PBB  itu sendiri, beberapa Negara adikuasa mendesak Indonesia untuk melaksanakan dialogue damai dan menghormati nilai-nilai hak-asasi manusia tetapi itu juga tidak diresponi oleh Indonesia. Patrioisme rakyat Papua Barat untuk perjuangan kemerdekaan tidak pernah berakhir makanya mengapa secara berkelanjutan berjuang mereka punya hak-hak fundamental dan harkat/martabat, dan melalui peratihan dunia sedikit ini menginspirasi mereka berjuang lebih energetik dan progresif.  Presiden dan menteri pertahanan Indonesia mengumunkan bahwa Indonesia akan melawan siapapun intervensi pihak asing atas persoalan Papua Barat.
Dampaknya, potensi perang dan konflik lebih bertambah saat disana sejak Jakarta mengirimkan pasukan koalisi dan kelompok militias lain di dareah konflik sama pengalaman seperti Timor Leste. Baru baru ini, ratusan ribu pasukan Indonesia termasuk densus 88 memburuh dua pimpinan tentara pembebasan Papua Barat; Jhon Yogii dan Goliat Tabuni termasuk anggota dan teman-nya. Orang Papua dengan tegas meminta misi penjaga perdamaian dan tim pencara fakta demi kemaanan dan keselamatan, sehingga hal itu hendaknya memberikan tekanan guna pembahasan lebih lanjut dalam pertemuan tahunan PBB yang sedang berlansung.   
Dalam hal keseluruhan persoalan Papua Barat, pemerintah luar negeri sangat penting memahami secara holistik tentang permasalahan dan program tepat  intervensi luar negeri apa yang dapat menyentuh kebutuhan-kebutuhan lokal. Salah satu faktor utama adalah perbedaan kepercayaan politik dan kepentingan antara Indonesia dan rakyat Papua Barat. Saya mau menjelaskan dari kedua perspektif: pertama; bagi Indonesia dan mitra-nya bahwa agenda prima adalah projek pembangunan nasional dari semua aspek dan program anti-disintegrasi seperti melawan separatisme; kedua; rakyat Papua Barat bertahan meminta pembangunan politik dan HAM misalnya hak-hak penentuan sendiri harus di hormati dibawah hukum nasional dan internasional.
Banyak aktivis, analis, politisi dan ahli dari multi-sumber menjelaskan persoalan-persolan kunci adalah sentimen politik, sejarah dan perbedaan etnik, oleh karena itu program bantuan dana luar negeri tidak dapat membawa keluar persoalan potensi ini. Rekomendasi baik disarankan bahwa kalau disana ada suatu intervensi luar negeri hendaknya mencari sebuah metode tepat rekonstruksi politik berdasarkan pada prinsip-prinsip umum konflik resolusi internasional, negosiasi yang di mediasi secara international merupakan pendekatan yang dapat ter-realisasikan.       
Realisasi bantuan luar negeri mengundang kritikan luas tentang kapasitas implementasi untuk masyarakat minoritas rakyat Papua Barat. Banyak sumber dengan jelas menyatakan bahwa terlalu banyak korupsi dan tidak ada komitmen oleh pemerintah Indonesia mendukung agenda demokrasi murni, perdamaian dan keamanan serta HAM. Bantuan pembangunan luar negeri tidak akan menyentuh kemauan lokal sebelum menyelesaikan masalah utama atas ketidakstabilan politik karena kebijakan dan praktek kolonial tidak berhasil di masa lampau. 
Pemerintah Indonesia sudah selalu salah mengalokasikan dana bantuan luar negeri untuk operasi militer berkelanjutan mengontrol separatisme atau kelompok kemerdekaan termasuk tidak memajukan bidan pembangunan lainya. Beragam potensi masalah sedang dialami oleh orang asli Papua Barat seperti tidak ada pelayanan, banyak orang terbunuh dan dipenjarakan, penganguran tinggi, 73 % dibawah garis kemiskinan, 70% terinfeksi HIV AIDs, pelanggaran, perang dan genoside budaya perlahan-lahan berlanjut.
Suatu kelompok inisiator perdamaian mempromosikan agenda dialogue sebagai integral dari penyelesaian persoalan dengan jalan damai melalui metode mediasi merupakan opsi terbaik, seperti Komisi HAM Indonesia telah meloloskan sebuah rekomendasi pada sesi HAM dalam pertemuan tahunan PBB tahun ini. Akhirnya, itu tidak pernah dan tidak akan pernah mengakhiri beragam persoalan tersebut jika intervensi luar negeri hanya bertujuan mendukung program integritas territorial Indonesia dari pada rencana resolusi perdaimaian atas persolan lama yang tak terselesai ini.      
Negara-negara pendonor bantuan telah gagal memonitor implementasi batuan dana luar negeri, termasuk kurangnya ke-efektifan dan komitmen mereka pada semua tingkatan. Aktor non-negara memberikan ketidakpercayaan dalam mengoperasikan bantuan luar negeri karena adanya kuropsi besar-besaran dan salah-pengalokasian dana-dana tersebut. Sebelumya, bantuan keuangan luar negeri mendanai pembentukan pasukan-pasukan tambahan dan basis militer seluruh kampong bagi pertahanan kedaulatan Indonesia atas Papua Barat.
Penyalagunaan dana tidak dapat membawa perubahan nyata, menurut rakyat Papua Barat bantuan keuangan luar negeri merupakan senjata lain untuk membunuh rakyat Papua Barat dengan melakukan pekerjaan semacam ini. Agenda dunia untuk keamanan manusia tidak dapat tertolong berdasarkan pengalaman dan praktek-praktek seperti  selama 50 tahun kependudukan Indonesia.
Agen-agen bantuan luar negeri termasuk badan-badan pembangunan PBB selalu diperketat melalui otoritas nasional Indonesia untuk melapor keluar semua situasi, bahkan birokrasi kolonial kotor ini tidak pernah mengijinkan ahli-ahli luar negeri, aktivis dan jurnalis masuk kedalam.   
Sebuah masalah krusial adalah bantuan dana luar negeri mendanai projek yang salah mendukung pergerakan kriminal dan teroris dalam aturan Indonesia. Kelompok sosial dan religious mengklaim bahwa disana ada tiga kelompok utama ( jihat islam, teroris dan organ-organ milisi pemerintah Indonesia) secara bersama telah terlibat membunuh aktivis pro kemerdekaan dan warga tak bersalah di wilayah kacau ini. Beberapa orang Papua barat yang bergabung dalam pelatihan jihad dan milisi yang diwawancari oleh kelompok HAM lokal menyebutkan bahwa pelatihan khusus ini bermaksud membunuh orang-orang yang melawan: pemerintah Indonesia; pergerakan Jihad dan teroris; dan mereka juga katakan pelatih dan anggotanya menerima pembayaran pemerintah secara rahasia.
Dampak negatifnya sangat tinggi walaupun Negara-negara pendonor biasanya mengharapkan kontribusi positif dalam pembangunan nasional dan tujuan memperbaiki ketidakmajuan masyarakat. Intervensi keamanan luar negeri ternyata sangat buruk bagi pemerintah Indonesia, secara kasar 20 % dari dana-dana global anti teroris terindikasih bahwa Indonesia salah mengalokasikan  bagi dukungan pembiayaan pergerakan terorisme untuk menghancurkan kehidupan orang asli Papua Barat,  masalah ini sunguh sangat mengherankan tanpa diketahui sedang beroperasi. Tekanan resiko keamanan ini benar-benar sangat tinggi bagi orang Papua Barat, warga asing dan investasi asing misalnya: ingat banyak warga asing terbunuh dalam peristiwa BOM Bali; baru-baru ini seorang ahli Jerman mati tertembak termasuk juga jurnalis lain dan aktivis di Indonesia.    
Penulis adalah Amatus Douw, Presiden Forum International untuk Papua Barat dan Aktivis Kemerdekaan Papua Barat bermarkas di Autralia.

People with HIV / AIDS in Papua Reaches 13 000 Life

JAYAPURA - Commission on HIV / AIDS in Papua province said into the second quarter or per 30 September 2012 recorded HIV / AIDS in the area reached 13 196 cases.

Relation Commission for HIV / AIDS in Papua, Dewi Wulandari, Friday, detailing the areas of HIV / AIDS in 2823 Mimika as cases and as many as 2666 followed Jayapura City case.

"But there are 13 other counties that have not been reported or update the data HIV / AIDS," he said.

If divided into group sex, Dewi said, for people living with HIV on our men as sebanayk 2384 and 4323 AIDS cases, whereas in women with HIV and AIDS cases as many as 2857 cases sebanyal 3521. And 111 cases are unknown.

Meanwhile, if viewed from the age group, ages 25-49 years old who suffer from HIV / AIDS, where HIV totaled 3015 cases and 4701 AIDS cases. Aged 20-24 years who suffer from HIV / AIDS cases by 2996 as many as 1,238 cases of HIV and AIDS cases 1758.

"Then for the age group under 1 year as many as 53 cases of HIV / AIDS, age groups 1 -4 years 296 cases of HIV / AIDS, the age group 15-19 years 1300 cases of HIV / AIDS and for the age group 50 years and above as many as 422 cases, the remaining as many as 413 cases is not known, "he said.

As for the source of transmission of HIV / AIDS, as many as 12,814 heterosexual cases of transmission from mother to child (perinatal) that as many as 241 cases, as many as 19 cases bisexual, IDU were 7 cases, 4 cases of transfusion as much area, and an unknown 94 cases.


Goliat Tabuni Siap Dilantik Menjadi Panglima TPN-OPM

TPN - PB (Photo ilustrasi)
[JAYAPURA] Pelantikan Panglima, Wakil Panglima dan Kepala Staf Umum TPN-OPM akan dilaksanakan tanggal 30 November 2012 di Puncak Jaya.  Dalam pelantikan tersebut Panglima Tinggi  TPN-OPM, Gen. Goliath Tabuni, Wakil Panglima TPN-OPM, Letjen Gabriel Melkizedek Awom dan Kepala Staf Umum TPN-OPM, Mayjen Terianus Satto.

 “Ya rencana besok kami akan  ada pelantikan, dan kami akan menunggu kawan-kawan yang lain. Dan  kami masih menunggu mereka  bila sesudah lengkap kami akan lakukan pelantikan.  Bila kawan-kawan belum lengkap, bisa kami tunda,”kata Sekertaris Jenderal  TPN-OPM   Anton Tabuni   bersama   Panglima Tinggi TPN-OPM Gen Goliat Tabuni saat diwawancarai SP, Kamis (29/11)  pukul 10.32 WIT.  

Disinggung Soal penyerangan Polsek Pirime? “Itu bukan kami yang lakukan,”tegas Anton Tabuni.

Lanjut dia, itu ada upaya-upaya menggalkan pelantikan.  

Sementara itu Panglima Tinggi TPN-OPM Gen Goliat Tabuni dalam wawancara singkatnya, mengatakan  peristiwa Pirime, Lany Jaya bukan kami. “Di  Lany Jaya itu bukan kami yang lakukakan   

Disinggung SP apakah dirinya siap dilanti memimpin TPN-OPM? “Ya saya siap dilantik, ”tegas Gen Goliat Tabuni, mengakhiri pembicaraan singkatnya dengan SP.  

Sementara itu almarhum Brigadir Jefri Rumkorem,hari ini pukul 12.00 WIT akan dimakamkan di TMP Kesuma Trikora. Almarhum  merupakan korban penyerangan dan pembakaran yang dilakukan sekitar 50-an orang yang mendatangi Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya.  

Dalam kejadian tersebut juga menjadi korban Kapolsek Pirime Ipda Rolfi Takubessy dan Briptu Daniel Makuker. [154] 

11/28/2012

Tribal, independent political West Papua leader meets President

Georgetown, GINA, November 28, 2012

Gina,-- Inspired by Guyana’s history of colonialism, struggle for independence and advocacy for the poor and oppressed, Benny Wenda a tribal native and independent political leader of West Papua has returned to Guyana in his “cry for freedom for his people”.

Carrying the flag of West Papua, an emblem that can land him 25 years in prison if seen by the Indonesian military in West Papua, Wenda was filled with gratitude for the warm welcome he received on his second visit.

Wenda, who is for the first time meeting a country’s Head of State, accompanied by his legal adviser Malinda will be meeting with indigenous people in this part of the world and parliamentarians during his visit to Guyana.

West Papua, located 500 kilometers from Australia has been subject to Indonesian invasion since 1961, shortly after it gaining independence was declared on December 1 that year. Intervention by the international community on the matter was subverted by western governments appeasing the Indonesian occupation.

A Free West Papua campaign claimed that that Indonesian occupation announced that the Papuans were too backward to cope with democracy and coerced 1026 representative Papuans at gunpoint to vote to join Indonesia.

Wenda shared his experiences in a Free West Papua pamphlet of being arrested, imprisoned and tortured by Indonesian soldiers and as a child, seeing his village bombed by the Indonesian military and family killed.

In 2004 a Free West Papua Campaign based in Oxford United Kingdom was set up to support the call for democratic and non violent campaigns for independence. It lobbies politicians and governments, organise public meetings and events, even engaging in fund raising activities to gain support.

The territory is bordered to the east by Papua New Guinea which gained independence from the British in Australia. West Papua has a population of 250 tribes each with their own language and culture.

Global Lobby for West Papua Takes Off in Papua New Guinea (PNG)

Three Papua New Guinea politicians have joined an international campaign to support West Papuans persecuted by Indonesian authorities.

The PNG MPs reignited the controversial issue on Friday one week before the Indonesian government starts repatriating up to 700 West Papuans who live in PNG’s capital Port Moresby or towns along the shared border. Port Moresby’s Governor Powes Parkop said PNG had “turned a blind eye and deaf ear” to the issue.

MPs Jamie Maxton-Graham and Boka Kondra also criticised PNG’s inaction over the plight of their fellow Melanesians, who are an ethnic minority in Indonesia’s Papua province.

Maxton-Graham said he had been prompted to help launch and sign the PNG Charter of the International Parliamentarians for West Papua after seeing photos of atrocities on West Papuans allegedly committed by the Indonesian police and military.

“The international community and our charter says Indonesia must stop this,” Maxton-Graham said. He joined Parkop, Kondra and 50 MPs from other countries in signing the charter.

Australian Greens leader Senator Bob Brown, Greens Senator Sarah Hanson-Young and Greens MP Greg Barber are also signatories, alongside MPs from the UK, Sweden, Czech Republic, Vanuatu and New Zealand.

The charter calls for the UN to restore the “right of the indigenous people of West Papua to self-determination”.

Indonesia took formal control of the former Dutch colony in a widely criticised 1969 UN-sponsored vote among about 1000 handpicked villager elders from the Papuan region.

Since then Indonesia’s hardline security measures, including arrests of activists who try to fly Papua’s outlawed Morning Star flag, have helped quell the West Papua separatist movement.
But the long-running insurgency by poorly armed pro-independence guerillas continues.

It is estimated 10,000 to 20,000 West Papuans now live in PNG after they fled their homes on the Indonesian side because of few opportunities and human rights abuse.

Hundreds settled in a refugee camp near the border in PNG’s Southern Highlands region while a majority live and work in the country’s major centres like Port Moresby.
By Ilya Gridneff,  The Age Papua New Guinea Correspondent

TPN-OPM Bantah Serang dan Bakar Polsek Pirime

[JAYAPURA] Pihak Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka(TPN/OPM) mengklaim tak terlibat dan bertanggungjawab atas aksi penyerangan markas Polsek Prime, Kabupaten Lany Jaya yang menewaskan tiga orang anggota polisi, Selasa (27/11) pagi kemarin.

Ini dikatakan Kepala Staf Umum TPN-OPM, Mayjen Terianus   Satto dalam rilis yang diterima SP, Rabu (28/11) sore WIT.   Dikatakan, aksi itu dilakukan oleh kelompok yang Kontra dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dengan ambisi egoisme. Menurut dia, TPN-OPM saat ini mengklasifikasi akar masalah terhambatnya perjuangan bangsa Papua Barat untuk Merdeka secara cermat dan menemukan bahwa persatuan Nasional belum bagus, baik itu pergerakan sipil dan sayap Militer, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (the West Papua National Liberation Army), maka TPN-OPM telah melakukan tahapan kerja dengan konsolidasi maksimal dari tahun 2008-2011.

Hasilnya, TPN-OPM telah berhasil melakukan Pra-KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) pada tanggal 15 Maret 2012 di Maribu, Sentani, Papua Barat. Dalam Pra-KTT TPN-OPM ini melegitimasikan pembentukan Panitia KTT dan mengagendakan jadwal pelaksanaan KTT  pada tanggal 1-5 Mei 2012, bertempat di Biak, Papua. Dengan dasar Pra-KTT ini, maka KTT TPN-OPM telah berhasil dilaksanakan di Markas TPN Perwomi Biak, dari tanggal 1-5 Mei 2012.

Hasilnya, telah dipilih Panglima Tinggi TPN, Wakil Panglima dan Kepala Staf Umum, masing-masing atas nama, Panglima Tinggi TPN-OPM, Gen. Goliath Tabuni, Wakil Panglima TPN-OPM, Letjen Gabriel Melkizedek Awom dan Kepala Staf Umum TPN-OPM, Mayjen Terianus Satto.

Selanjutnya, TPN-OPM telah berhasil melakukan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS dari tanggal 27-1 September 2012 di Markas TPN Wanum, Jayapura, Papua. Hasilnya, mengagendakan jadwal Pelantikan Panglima, Wakil Panglima dan Kepala Staf Umum TPN-OPM yang jatuh pada tanggal 30 November 2012.

Masih ada lagi Rapat Koordinasi Pimpinan TPN-OPM, yang sekiranya akan dilaksanakan setelah acara pelantikan Panglima Tinggi TPN-OPM.

Berdasarkan keterangan singkat dalam Background TPN-OPM di atas, maka TPN-OPM yang tergabung dalam ganca Nasional masih sibuk dengan agenda-agenda, dengan program revormasi sayap militer, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (the West Papua National Liberation Army), sesuai hasil keputusan KTT TPN-OPM di Biak.

"TPN-OPM sekarang tidak sama dengan TPN-OPM sebelumnya. Artinya, TPN-OPM telah mereformasi diri melalui KTT dengan mengatur serta membenahi kubuh sayap militer OPM. Hal ini dengan jalan Restrukturisasi TPN dan Reorganisasi OPM, yang mana TPN membenahi diri dengan sturuktur standar Militer dunia," kata Terianus.

Dengan demikian , mengacu dari KTT TPN-OPM di Biak pada tanggal 1-5 Mei 2012, maka TPN-OPM masih dalam tahapan kerja internal organisasi untuk membenahi dan memantapkan legalitas hukum organisasi sayap Militer, dan TPN-OPM tidak bertanggungjawab atas insiden penyerangan yang disertai pembunuhan anggota polisi dan pembakaran kantor.

"Bahwa, TPN-OPM yang tergabung dalam kancah Nasional menegaskan agar TNI/POLRI jangan menyerang Masyarakat sipil di Pirime, namun harus mencari oknum-oknum pelaku serta aktor skenario penyerangan. Karena yang melakukan penyerangan adalah kelompok yang kontra dengan Keputusan Hasil KTT TPN-OPM di Biak, Papua. Dengan tujuan untuk menggagalkan acara pelantikan Panglima Tinggi (Gen Goliath Tabuni) dengan Wakil serta Kepala Staf Umum, secara nasional di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua pada 30 November 2012," ujarnya. [154]

FRWP. Letter to Mr Obama

Barack H Obama
President, United States of America
The Whitehouse
1600 Pennsylvania Avenue NW
Northwest Washington, DC 20500
United States
21 November 2012

Your Excellency,

I am writing from Abepura Prison, firstly to congratulate on your re-election for a second term, which
many of us in West Papua observed and cheered you on.
I am also writing Sir to request your assistance in negotiating peace and justice with Indonesia. I am
sure your diplomats are cognizant with Indonesian governance in my homeland, and realize that it is
little better now in 2012 than it was during Suharto’s New Order (1966–1998).

West Papua is one of the most militarized territories in the world. There is an Indonesian-security
identity for every 100 citizens, which is not even comparable with Iraq in 2009, where you would know the ratio was one for every 140 citizens.

The people of West Papua, including our Christian Church leaders have, in the past decade, shifted
from passive to active opposition, and developed a singular commitment to winning our freedom. Last October, five-thousand registered participants of a congress, surrounded by Indonesian military,
mandated the Federated Republic of West Papua to deliver our independence and self-determination.

Sir, we are an indigenous people, and move slowly and cautiously in the international arena, but I am
reaching out for your help because of our predicament now as just 48.73% of the population (down from  96.09% in 1962), with more than half-a-million (546,126) missing.

Your historians at the National Security Archives will recall it was the anti-communist plan devised
during the Cold War by the United States and Australia that over-rode our Netherlands-funded selfdetermination in the 1960s and transferred our sovereignty to Indonesia.

The current president of Indonesia, Bambang Yudhoyono, is cognizant of Indonesia’s history in West
Papua. (His father-in-law, General Sarwo Edhie Wibowo, was Military Commander before, during and after the Act of Free Choice in 1969). He has shown himself not unwilling to meet and talk, but is obviously disabled by the republic’s unitary constitution and his military’s obsession with territorial integrity. Against this however, he has learned from Indonesia’s relations with independent East Timor that there is much more money and status in peace and justice than in war and occupation.

President Yudhoyono met secretly with our Foreign Minister in Jakarta last year, who has lived in
Australia since 1999 but has studied, worked, and been a political prisoner in Java. Minister Rumbiak
was able to demonstrate to the president the determination of the Federated Republic of West Papua
to achieve its ambition, and also how much it is costing Indonesia, in terms of money and reputation, to maintain a large military machine against a non-violent dialogue-seeking citizenry in West Papua.
 
President Yudhoyono is aware that the constitution of the Federated Republic of West Papua guarantees Indonesian civilians the right to live in West Papua, that we plan a good relationship with
Indonesia, and intend to help lower levels of poverty in Indonesia that have been generated in part by
fifty years of this useless war against us.

Sir, I would like you to believe that we are a proud and intelligent Melanesian people, blessed by God
with a country rich in natural resources, and with a unique geo-political capacity as the western border of Melanesia-Pacific. We understand out rights to justice, peace, and democracy, and will not fail to restore our freedom, but in the meantime my government has developed short, middle, and long-term (post-independent) policies that can be accessed through our (non-incarcerated) executive in Australia.

God bless America,
Yours faithfully,
Forkorus Yaboisembut, SPd
Copies to:
1. Rev. Edison Waromi, S.H
Prime Minister, Federated Republic of West Papua (Abepura Prison,
Jayapura)
2. Jacob Rumbiak
Foreign Minister, Federated Republic of West Papua, Melbourne, Australia
Email: jacobrumbiak@hushmail.com; Tel 04066 06 966


 

11/27/2012

Surat Balasa Pemeritah Australia Kepada AWPA Tentang Kondisi HAM Papua

Urusan luar negeri membalas surat AWPA

Pemerintah Australia DepartemenForeign Affairs dan Tlade
 
23 November 2012
Mr Joe Collins
PO Box 28  Meludah Junction SYDNEY
NSW 2.088


Dear Mr Collins,

Terima kasih atas surat Anda tertanggal 17 dan 24 Oktober 2012. Saya telah diminta untuk menjawab atas nama Menteri Luar Negeri.

Pemerintah Australia juga prihatin tentang kekerasan di Papua dan kami terus menggarisbawahi pesan ini dengan Pemerintah lndonesia. Pejabat Kedutaan Besar Australia di Jakarta terus memantau situasi di Papua. Mereka mengunjungi secara teratur untuk memeriksa tangan pertama situasi di sana dan mereka membuat representasi kepada Pemerintah Indonesia tentang hak asasi manusia.

Perdana Menteri Gillard dan Menteri Luar Negeri Carr telah mengangkat perkembangan di provinsi Papua dengan rekan-rekan mereka, Presiden Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Natalegawa, dalam pertukaran bilateral reguler.

Pesan yang konsisten Australia ke sktor Indonesia tentang hak asasi manusia jelas - Indonesia harus menghormati hak-hak semua warganya. Pemerintah Aushalian mengakui bahwa di bawah Presiden Yudhoyono, hak asasi manusia Indonesia record telah membaik. Kami menyambut komitmen bahwa setiap pelanggaran oleh pasukan keamanan di provinsi Papua harus diselidiki dan dihukum.

Dalam lelter Anda 24October Anda mendesak pemerintah untuk meningkatkan hak asasi manusia di Papua Barat di IIN tersebut. Saya pikir karena itu saya harus melaporkan bahwa pada tanggal 23 Mei 20l2, Pemerintah Australia berpartisipasi dalam Ulasan Human Rights Council IJN Universal Periodic dari Indonesia, termasuk memberikan rekomendasi kunci pada catatan hak asasi manusia di Indonesia.

Australia merekomendasikan bahwa Indonesia harus intensiff upayanya untuk menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan ekspresi keagamaan dan politik, termasuk dengan menjamin perlindungan negara yang efektif bagi kaum minoritas, dan terus meningkatkan hak asasi manusia transparencyby meningkatkan akses organisasi media lokal dan internasional. 

Kami merekomendasikan keterlibatan lebih lanjut dengan Kantor PBB Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, Komite Internasional Palang Merah, dan organisasi intemasional relevan di seluruh Indonesia. Kami juga recofllmended bahwa Indonesia meratifikasi Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, dan memastikan tindakan hukum yang adil dan layak dalam kaitannya dengan mereka diselidiki dan dituntut, termasuk percobaan memihak dan kalimat yang wajar, serta standar penahanan yang memenuhi norma-norma internasional. Selain itu, kami merekomendasikan agar Indonesia memastikan cepat, penyelidikan yang komprehensif, dan efektif atas dugaan kredibel pelanggaran HAM oleh anggota pasukan keamanan, dan memeriksa opsi untuk membangun suatu mekanisme peninjauan kemampuan withthe independen untuk merekomendasikan penuntutan.

Dalam surat 17 Oktober Anda mengangkat isu dukungan Australia untuk unit khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia kontra-terorisme, Detasemen 88. Seperti Anda ketahui, satu-satunya fokus keterlibatan Australia dengan unit ini memerangi terorisme. Adalah penting untuk menggarisbawahi bahwa kegiatan pelatihan Australia tidak ada hubungannya dengan melawan separatis
goups atau organisasi. Terhadap sejarah ttre tragis terr-9rist kegiatan di wilayah, - Io.t, rOirrg THJ hilangnya s8 Aristralians dalam bom Bali I, keterlibatan tersebut sangat penting untuk melindungi keselamatan tf, e baik Indonesia dan Australia. Densus 88 telah di iorefront dari keberhasilan Indonesia dalam menangkap teroris dan telah membuat hampir 800 penangkapan sejak didirikan pada tahun 2002. Anda menyebutkan penampilan Komisaris Polisi Federal Australia sebelum Senat Perkiraan sidang pada bulan Oktober. Anda akan menyadari bahwa Komisaris mengatakan ia telah melihat ke masalah secara ekstensif dan telah menemukan "kita lakukan

segala sesuatu yang wajar dan tepat untuk memastikan bahwa kami hanya mendukung kegiatan yang akan diterima oleh masyarakat Australia ".
Terima kasih for.bringing pandangan Anda ke perhatian dari Pemerintah Australia. Hormat

Allaster Cox
Asisten Sekretaris
Indonesia dan Timor-Leste Cabang


R G Casey Gedung John McEwen Cres Barton 0221
Telepon: 02 6261 Faksimili llll: 02 62613lll

US seeks expanded military ties with Indonesia

WASHINGTON (AP) — A senior U.S. official says Washington should expand its military ties with Indonesia, befitting a relationship between two robust democracies.

Top diplomat for East Asia, Kurt Campbell, said those ties have grown in recent years, but not fast enough.

Campbell was speaking Tuesday at a gathering of the U.S.-Indonesia Society in Washington.
The U.S. severed military ties for several years after of Indonesia’s bloody crackdown in East Timor in 1999. Jakarta has since sought to professionalize and modernize its military. Key U.S. restrictions on engagement with Indonesia’s feared special forces were lifted in 2010.

Human rights groups say Indonesia’s military abuse continues, particularly in the restive province of west Papua.

Campbell also advocated deeper ties between the two governments and praised Jakarta’s leadership in regional diplomacy
 

Imparsial ‘Mengutuk’ Pembakaran Polsek Pirime

"Imparsial juga berharap, aparat tidak melakukan tindakan balasan dengan kekerasan dalam mengusut kasus ini karena akan menimbulkan trauma bagi masyarakat Direktur eksekutif Imparsial Poengky Indarti".

Jayapura (27/11) — The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) ‘mengutuk’ aksi kekerasan dan pembakaran Polsek Pirime, Kabupaten Lanny Jaya, Papua oleh Orang Tak Dikenal (OTK) yang mengakibatkan tiga anggota polisi tewas, Selasa (27/11) sekitar pukul 06.00 pagi.

Direktur eksekutif Imparsial, Poengky Indarti menegaskan, pihaknya mengutuk terjadinya kekerasan dengan cara pembunuhan dan pembakaran terhadap Kapolsek Pirime, AKP Rolfi Takubesi dan  dua anggotanya Brigadir Jefri Rumkorem  serta Brigadir Daniel Makuker.

“Kekerasan yang dilakukan pelaku sangat bertentangan dengan semangat bersama untuk menjadikan Papua sebagai tanah damai. Kami berharap aparat bisa segera menangkap para pelaku dan membawanya keproses hukum,” kata Poengky Indarti kepada tabloidjubi.com via pesan singkatnya, Selasa (27/11).

Menurutnya, dengan adanya peristiwa ini, menjadi sangat krusial bagi Presiden SBY untuk segera mempersiapkan dialog damai dengan pihak-pihak yang berseberangan agar kekerasan di Papua bisa segera di akhiri. Imparsial juga berharap, aparat tidak melakukan tindakan balasan dengan kekerasan dalam mengusut kasus ini karena akan menimbulkan trauma bagi masyarakat.

“Imparsial juga kembali mendesak Kapolda Papua untuk mengintensifkan operasi penyelundupan senjata. Seret dan tampilkan pelaku penyelundupan senjata. Jika penyelundupan tersebut melibatkan aparat militer atau aparat pemerintah yang lain, maka harus ditindak tegas. 

Kasus kekerasan terhadap aparat kepolisian di Papua yang terjadi pada bulan November ini menimbulkan ketakutan masyarakat yang memang sudah lelah dan trauma dengan kekerasan di Papua,” tandas Poengky Indarti. (Jubi/Arjuna)

3 Indonesian policemen killed, 1 missing after gunmen storm police station

3 Indonesian policemen killed, 1 missing after gunmen storm police station

Washington Post - ‎2 hours ago‎
About 50 assailants — armed with modern weapons and traditional ones such as arrows — attacked the Pirime police station in mountainous district of Lanny Jaya early Tuesday, said Papua police spokesman Gede Sumerta Jaya. Loading... Comments ...

Three killed in attack on Papua police station

NDTV - ‎5 hours ago‎
Around 50 gunmen, said by police to be members of the separatist Free Papua Movement, attacked the Pirime police station in the town of Wamena, provincial police spokesman I Gde Sumarta told AFP. "There was an attack on Tuesday on Pirime police ...

Separatist gunmen launch deadly attack on Papuan police

Radio Australia - ‎19 minutes ago‎
Separatist gunmen have attacked a police station in the Indonesian province of Papua, killing three officers and setting the complex alight. Police say around 50 gunmen, believed to be members of the separatist Free Papua Movement, attacked the Pirime ...

Two Policemen Shot Dead in Papua: Reports

Jakarta Globe - ‎9 hours ago‎
An early morning attack on a police post in Lanny Jaya district in Papua on Tuesday reportedly left two policemen dead and another missing. According to Antaranews.com, an unknown number of assailants attacked the Pirime Police office at around 5 a.m. ...

Separatist attack kills 3 in E Indonesia

Press TV - ‎3 hours ago‎
Around 50 armed members of the separatist Free Papua Movement attacked the police station in the town of Wamena in the province on Tuesday and set it on fire, according to provincial police spokesman I Gde Sumarta. "There was an attack on Tuesday on ...

Separatists blamed for police station deaths in Papua

Radio New Zealand International - ‎2 hours ago‎
Media reports in Indonesia quote a provincial police spokesman saying around 50 gunmen who are members of the separatist Free Papua Movement attacked the Pirime station and set it alight. The spokesman says the gunmen launched an attack on the ...

More police deployed after 3 policemen killed in Papua, Indonesia

Global Times - ‎2 hours ago‎
Over 100 police officers were sent to Papua after unknown gunmen shot dead 3 police officers on Tuesday, Indonesian National Police chief General Timur Pradopo said. Investigation into the shooting is underway, said Pradopo. One of the dead officers was ...