Papua menempati urutan ke dua, setelah Jakarta, dalam tabel kasus HIV/AIDS tertinggi di Indonesia. Banyak di antara korban meninggal dunia.
Pemerhati HIV/AIDS dari Elijah Generation, Mena Robert Satya mengatakan, pemicu AIDS di Papua berbeda dengan di Jakarta. "Kalau di Jakarta lebih disebabkan karena kebanyakan penggunaan narkoba dan penggunaan jarum suntik. Namun kalau di Papua kebanyakan kasus adalah karena seks bebas," kata dia, saat dihubungi VIVAnews.com, Minggu 2 Oktober 2011.
Di Papua, dia menjelaskan, seks bebas adalah kebiasaan buruk yang bahkan sampai tahap sistematis dan tak terkendali. "AIDS di Papua sudah seperti genosida. Jadi butuh tindakan nyata oleh semua pihak baik pemerintah, gereja, dan masyarakat agar tidak makin parah," tambah dia. "Jika tidak, maka diperkirakan 20 tahun kemudian kita hanya mendengar bahwa di atas tanah Papua pernah ada bangsa kulit hitam yang hidup dan akhirnya Papua hanya menjadi museum."
Mena berpendapat, tidak adanya lembaga-lembaga konseling yang memadai berkontribusi atas tingginya penderita di Papuia. "Ketika divonis AIDS kebanyakan mereka drop, karena mereka tidak bisa diterima oleh lingkungan. Sehingga, tidak sedikit yang meninggal justru karena ia sudah stres dulu karena divonis," tambah dia.
Pemerhati HIV/AIDS dari Elijah Generation, Mena Robert Satya mengatakan, pemicu AIDS di Papua berbeda dengan di Jakarta. "Kalau di Jakarta lebih disebabkan karena kebanyakan penggunaan narkoba dan penggunaan jarum suntik. Namun kalau di Papua kebanyakan kasus adalah karena seks bebas," kata dia, saat dihubungi VIVAnews.com, Minggu 2 Oktober 2011.
Di Papua, dia menjelaskan, seks bebas adalah kebiasaan buruk yang bahkan sampai tahap sistematis dan tak terkendali. "AIDS di Papua sudah seperti genosida. Jadi butuh tindakan nyata oleh semua pihak baik pemerintah, gereja, dan masyarakat agar tidak makin parah," tambah dia. "Jika tidak, maka diperkirakan 20 tahun kemudian kita hanya mendengar bahwa di atas tanah Papua pernah ada bangsa kulit hitam yang hidup dan akhirnya Papua hanya menjadi museum."
Mena berpendapat, tidak adanya lembaga-lembaga konseling yang memadai berkontribusi atas tingginya penderita di Papuia. "Ketika divonis AIDS kebanyakan mereka drop, karena mereka tidak bisa diterima oleh lingkungan. Sehingga, tidak sedikit yang meninggal justru karena ia sudah stres dulu karena divonis," tambah dia.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Waktu Anda Untuk Berkomentar atas Berita ini