11/19/2012

Pendidikan Berpola Asrama, Jaminan Bagi Anak Papua

Cerdas Membangun Merauke. Itulah salah satu visi-misi utama dari Drs. Romanus Mbaraka, MT-Sunarjo, S.Sos ketika mereka melangkah mencalonkan diri menjadi Bupati dan Wakil Bupati Merauke pada tahun 2010 silam. Satu dari sekian banyak program mereka adalah, meningkatkan pendidikan di kampung-kampung pribumi yang tidak berjalan sama sekali.

Kabupaten Merauke memiliki 160 kampung dan delapan kelurahan. Dari jumlah tersebut, sebagian besar kampung terdapat di pedalaman dan dihuni oleh masyarakat asli. Carut-marutnya wajah pendidikan di daerah pedalaman,  diakibatkan oleh sikap para guru yang tidak betah mengajar. Setelah satu atau dua hari menunjuk muka, langsung balik kanan dan lebih memilih tinggal di kota. Sementara gaji setiap bulan, tetap diambil melalui rekening.

Sikap para guru seperti demikian, berdampak terhadap kegiatan belajar mengajar. Anak didik ditelantarkan begitu saja. Mereka ibarat anak ayam kehilangan induknya. Di saat datang ke sekolah, hanya menghabiskan waktu dengan bermain. Sehingga tidak mengherankan lagi jika mereka sudah duduk di kelas IV atau IV Sekolah Dasar (SD), belum bisa membaca dan menulis dengan baik.

Mencari jalan keluar atas persoalan pendidikan, Romanus kemudian mulai menerapkan sistem berpola asrama. Hal itu berangkat dari pengalaman ketika dirinya tinggal di asrama dan mulai belajar tentang kata disiplin mulai dari belajar, berdoa dan kegiatan lain. Oleh karena pendidikan berpola asrama dianggap mempunyai manfaat sangat besar, maka iapun melakukan komunikasi bersama misionaris di daerah pedalaman untuk menampung anak-anak. Maksudnya agar bisa melanjutkan studi di bangku SD, SMP hingga SMA.

Sistem tersebut, sudah berjalan dua tahun terakhir, termasuk juga di Distrik Kimaam. Pemerintah menyiapkan segala fasilitas penunjang termasuk kebutuhan makan setiap hari. Sementara anak didik, tidak diberikan kesempatan untuk bekerja. Mereka hanya belajar, berdoa dan istirahat serta melakukan kegiatan lain sesuai petunjuk yang berlaku di asrama.

Pastor Silvester Tokio, Pr, salah seorang pengelola asrama di Ibukota Distrik Kimaam mengungkapkan, banyak anak-anak dari kampung yang tinggal di asrama. Ketika masuk pertama, mereka melakukan penyesuaian, karena semua kegiatan yang dijalankan, harus sesuai dengan waktu. Dan, lebih diprioritaskan lagi adalah mengawasi mereka di saat belajar.

“Memang ada kesulitan juga ketika kita mengurus anak-anak yang baru pertama kali tinggal di asrama. Tetapi, lama kelamaan, mereka menjadi terbiasa dengan waktu yang telah diatur. Kami merasa berterimakasih kepada Bupati Merauke, karena memberikan perhatian sangat besar terhadap anak-anak di daerah pedalaman,” katanya.

Sementara itu, Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT mengungkapkan, melahirkan ide dimaksud, karena berangkat dari pengalaman. “Saya ini anak dari kampung, tetapi dibesarkan di asrama dan akhirnya kuliah sampai ITB. Itu karena telah digembleng oleh para Pastor Belanda ketika masih di bangku SMP. Banyak hal positif yang didapatkan ketika tinggal di asrama,” ungkapnya.

Dijelaskan, ketika pola asrama dihidupkan kembali sekarang, memberikan manfaat sangat besar. Dimana, anak-anak akan belajar untuk disiplin mulai dari makan, berdoa, belajar dan istirahat. “Saya menginginkan agar kelak mereka berhasil dengan baik. Olehnya, saya mempunyai komitmen agar anak-anak di daerah pedalaman, harus ditampung di asrama. Dengan demikian, ketika mereka melangkah ke jenjang pendidikan lebih tinggi, sudah ada dasar kuat yang dimiliki,” tandasnya. (FR/Merauke)

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Waktu Anda Untuk Berkomentar atas Berita ini