Cerdas Membangun Merauke. Itulah salah satu visi-misi utama dari Drs.
Romanus Mbaraka, MT-Sunarjo, S.Sos ketika mereka melangkah mencalonkan
diri menjadi Bupati dan Wakil Bupati Merauke pada tahun 2010 silam. Satu
dari sekian banyak program mereka adalah, meningkatkan pendidikan di
kampung-kampung pribumi yang tidak berjalan sama sekali.
Kabupaten Merauke memiliki 160 kampung dan delapan kelurahan. Dari
jumlah tersebut, sebagian besar kampung terdapat di pedalaman dan dihuni
oleh masyarakat asli. Carut-marutnya wajah pendidikan di daerah
pedalaman, diakibatkan oleh sikap para guru yang tidak betah mengajar.
Setelah satu atau dua hari menunjuk muka, langsung balik kanan dan lebih
memilih tinggal di kota. Sementara gaji setiap bulan, tetap diambil
melalui rekening.
Sikap para guru seperti demikian, berdampak terhadap kegiatan belajar
mengajar. Anak didik ditelantarkan begitu saja. Mereka ibarat anak ayam
kehilangan induknya. Di saat datang ke sekolah, hanya menghabiskan
waktu dengan bermain. Sehingga tidak mengherankan lagi jika mereka sudah
duduk di kelas IV atau IV Sekolah Dasar (SD), belum bisa membaca dan
menulis dengan baik.
Mencari jalan keluar atas persoalan pendidikan, Romanus kemudian
mulai menerapkan sistem berpola asrama. Hal itu berangkat dari
pengalaman ketika dirinya tinggal di asrama dan mulai belajar tentang
kata disiplin mulai dari belajar, berdoa dan kegiatan lain. Oleh karena
pendidikan berpola asrama dianggap mempunyai manfaat sangat besar, maka
iapun melakukan komunikasi bersama misionaris di daerah pedalaman untuk
menampung anak-anak. Maksudnya agar bisa melanjutkan studi di bangku SD,
SMP hingga SMA.
Sistem tersebut, sudah berjalan dua tahun terakhir, termasuk juga di
Distrik Kimaam. Pemerintah menyiapkan segala fasilitas penunjang
termasuk kebutuhan makan setiap hari. Sementara anak didik, tidak
diberikan kesempatan untuk bekerja. Mereka hanya belajar, berdoa dan
istirahat serta melakukan kegiatan lain sesuai petunjuk yang berlaku di
asrama.
Pastor Silvester Tokio, Pr, salah seorang pengelola asrama di Ibukota
Distrik Kimaam mengungkapkan, banyak anak-anak dari kampung yang
tinggal di asrama. Ketika masuk pertama, mereka melakukan penyesuaian,
karena semua kegiatan yang dijalankan, harus sesuai dengan waktu. Dan,
lebih diprioritaskan lagi adalah mengawasi mereka di saat belajar.
“Memang ada kesulitan juga ketika kita mengurus anak-anak yang baru
pertama kali tinggal di asrama. Tetapi, lama kelamaan, mereka menjadi
terbiasa dengan waktu yang telah diatur. Kami merasa berterimakasih
kepada Bupati Merauke, karena memberikan perhatian sangat besar terhadap
anak-anak di daerah pedalaman,” katanya.
Sementara itu, Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT
mengungkapkan, melahirkan ide dimaksud, karena berangkat dari
pengalaman. “Saya ini anak dari kampung, tetapi dibesarkan di asrama dan
akhirnya kuliah sampai ITB. Itu karena telah digembleng oleh para
Pastor Belanda ketika masih di bangku SMP. Banyak hal positif yang
didapatkan ketika tinggal di asrama,” ungkapnya.
Dijelaskan, ketika pola asrama dihidupkan kembali sekarang,
memberikan manfaat sangat besar. Dimana, anak-anak akan belajar untuk
disiplin mulai dari makan, berdoa, belajar dan istirahat. “Saya
menginginkan agar kelak mereka berhasil dengan baik. Olehnya, saya
mempunyai komitmen agar anak-anak di daerah pedalaman, harus ditampung
di asrama. Dengan demikian, ketika mereka melangkah ke jenjang
pendidikan lebih tinggi, sudah ada dasar kuat yang dimiliki,” tandasnya. (FR/Merauke)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Waktu Anda Untuk Berkomentar atas Berita ini