Kasus kekerasan aparat di paniai (photo jb) |
Jayapura OneNews,-- Ketegagan antara Aparat Keamanan Indonesia
dan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) di Paniai Pasca pembubaran Markas TPN-OPM Pimpinan
Jhon Yogi, Cs di Eduda pada Oktober 2012 lalu dinilai masih terus berlanjut.
Situasi ini belum menjadi perhatian publik lokal, nasional dan internasional.
Demikian dikatakan
Aktivis Sekretariat Perdamaian dan Keadilan (SKP) Keuskupan Timika, Provinsi
Papua, Marko Okto Pekei melalui Pers
Release yang dikirimkan kepada majalahselangkah.com,
Senin, (25/3/13)
Kata dia, saat ini
aparat keamanan bukannya berkurang, malah bertambah banyak. Pada 24 Februari 2013
lalu misalnya, kata dia, masyarakat menyaksikan kedatangan aparat keamanan di
Paniai dengan mengendarai 53 kendaraan darat dari Nabire.
Mako mengutip
informasi salah seorang anggota polisi yang mengabarkan bahwa pada bulan
Februari itu telah ditambah ratusan personil Brimob Polda Papua. Akibatnya, masyarakat,
terutama para pemuda dan bapak-bapak tidak bebas beraktivitas karena takut
dicurigai sebagai anggota TPN-OPM.
"Dalam ketegangan itu
sedang terjadi pula pemeriksaan pada malam hari di tengah perumahan warga,
penangkapan tidak prosedural, penganiayaan, penyiksaan dan penghilangan. Dua
kasus terakhir misalnya, pada Jumat, 22 maret 2013 sekitar pukul 15.30 waktu
setempat Satgas Brimob menembak mati seorang pemuda, Stefanus Yeimo di Kopo
(Paniai),"katanya.
Ia menjelaskan, saat
itu, korban bersama rekannya hendak membeli rokok di salah satu kios di
Uwibutu, Madi. Tiba-tiba mobil berkaca gelap parkir di depan mereka dan entah
mengapa, aparat keamanan yang turun dari mobil tersebut langsung menangkap
kedua pemuda. Mereka melepaskan diri, namun dipatahkan aparat dengan menembak hingga 3 peluru bersarang ditubuh
korban.
Kata dia, akhirnya, Stefanus Yeimo meninggal dunia pada pukul
18.00 waktu setempat dan dikebumikan keluarganya, Sabtu 23 Maret di kampung
Kopo, Paniai.
Tidak hanya itu, seorang
pemuda suku Moni juga dianiaya sekelompok anggota Timsus 753 di Uwibutu Madi, Sabtu
23 Maret, pukul 21.30 waktu setempat. Katanya,
setelah aparat menangkap korban tersebut, ia dipukul, ditendang dan ditarik
badannya di aspal jalan raya.
"Saat itu, beberapa
warga sempat menyaksikan tindakan kekerasan aparat tersebut yang kemudian
mereka menarik masuk ke dalam pos dan menyiksa korban sepanjang malam hingga ia
dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) untuk mendapatkan perawatan medis,"katanya
dalam Release itu.
Salah satu anggota
keluarga bersaksi, pemuda itu awalnya datang
mengunjungi anggota keluarga yang sakit di RSUD Paniai dalam kondisi mabuk. Tetapi, kata dia, ia baik-baik saja,
tidak mabuk parah dan pulang sekitar
pukul 21.30 waktu setempat. Dalam perjalanan kembali, ia ditangkap Timsus.
Mereka pukul, siksa dia sampai kondisinya berat, maka tentara sendiri membawa
ke RSUD Paniai.
Mahasiswa Paca
Sarjana Resolusi Konflik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini menjelaskan, kasus
pemuada Moni ini adalah kasus kekerasan ke 14 yang terjadi di Paniai selama 3
bulan terakhir dalam tahun 2013 ini.
Untuk itu, ia meminta
semua pihak, khususnya Pemerintah Daerah setempat, DPRD, Dewan Adat Paniai dan
jurnalis untuk tidak membiarkan situasi tersebut terus berlanjut. Ia juga
meminta semua pihak mengedepankan pendekatan persuasif .
"Sejauh mana semua
pihak membangun komunikasi dengan kedua
kelompok agar masyarakat Paniai tidak terus menjadi korban dari tahun ke
tahun?,"tanya Marko.
Hingga berita ini
ditulis, media ini belum berhasil konfirmasi Polda Papua atau kepolisian
setempat. (GE/Majalah Selangkah)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Waktu Anda Untuk Berkomentar atas Berita ini