Tapol Papua Filep Karma (Photo MS) |
Jayapura OneNews,--Filep Karma, Tahanan Politik
(Tapol) Papua mengungkapkan keprihatinannya atas terbumkamnya demokrasi di
tanah Papua sejak tahun 1969. Kata dia, ketika sebuah wilayah diisolasi apa saja bisa terjadi
dan dunia lain tidak tahu.
Salah
satu contoh besar menurut dia adalah pemilihan gubernur pada 29 Januari 2013
lalu tanpa pemantau independen baik dari Papua, Jakarta maupun dari dunia
internasional. Selain itu, kata dia, tidak ada media asing yang memonitor
pelaksanaan Pilkada.
"Saya
melihat pengawasan lemah sejak proses awal karena tidak ada pengawas independen dari Papua,
nasional maupun internasional. Juga, tidak
ada
LSM atau jurnalis internasional yang meliput proses ini,"kata Filep
Karma beberapa waktu lalu di Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura.
Ia
menilai, proses demokrasi di Papua tidak semakin baik. Agenda negara saja berjalan
tidak demokratis, bagaimana dengan agenda-agenda protes rakyat atas
carut-marutnya kondisi Papua saat ini. Rakyat
Papua benar-benar terisolasi dari pemberitaan media di Indonesia dan media
asing sejak Papua dipaksakan bergabung dengan Indonesia.
Kata
dia, dalam proses demokrasi yang tidak ada pemantau independen baik LSM maupun
jurnalis, tidak akan ada pendidikan demokrasi. Masyarakatnya tidak akan
berkembang baik.
Ini
adalah cara pembunuhan dalam bentuk lain yang pelan tetapi pasti. Masyaralat
tetap dibuatnya tidak berkembang secara demokrasi.
Kata
dia, mestinya cara-cara Orde Baru mulai harus ditinggalkan. Ini adalah
cara-cara Orde baru, kata Karma yang
mengaku tidak mendukung proses Pilgub yang baru saja berlalu karena baginya itu
memilih budak-budak yang memperpanjang kolonialisme Indonesia di Tanah Papua. (Aprila Wayar/MS)
Tentang Filep Karma: KLIK
Belajar dari Filep
Karma: KLIK
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Waktu Anda Untuk Berkomentar atas Berita ini