![]() |
Michael Rooddan |
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
4/15/2013
West Papua – Genocide and Economic Marginalisation
4/14/2013
Rwanda: Human Rights Commission Memperingati Genosida
Ketua komisi, Madeleine Nirere, mengatakan bahwa 19 tahun setelah Genosida, sebagian Rwanda menyadari hak-hak mereka, menambahkan bahwa itu adalah mandat komisi untuk memastikan bahwa semua mengenal.
Beberapa pembicara berbicara tentang sejarah Genosida terhadap Tutsi.
Antoine Mugesera, seorang sejarawan dan mantan Senator, memberikan presentasi rinci tentang kasus-kasus diskriminasi di Rwanda dari awal 1950-an melalui Genosida tahun 1994.
"Saya menyarankan korban untuk mencoba dan hidup dengan beberapa pelaku di masyarakat kita;. Siap bahwa beberapa akan datang dengan sikap negatif Jadilah akomodatif tetapi juga waspada," kata Mugesera.
Menurut salah satu korban genosida, datif Nzamugulisuka, Genosida itu tidak diragukan lagi diselenggarakan oleh orang-orang di kantor tertinggi di negara ini.
"Ini adalah keyakinan saya bahwa Genosida itu tidak akan pernah terjadi tanpa promosi yang gencar oleh pimpinan. Warga tidak akan pernah terbangun suatu pagi dan mulai hacker tetangga mereka seperti yang mereka lakukan," kata korban.
Benny Wenda Menuntut Papua Merdeka
Ada perasaan hening penuh damai sekaligus keputusasaan saat dia menjelaskan situasi yang dialami rakyat Papua Barat.
“Anda tidak bisa berburu dan berkebun setiap hari, ke manapun anda pergi ada pos penjagaan militer, di mana-mana,“ kata dia. “Ke manapun anda pergi, intel mengawasi dan memonitor apa yang anda kerjakan.“
Papua Barat dulunya adalah bekas koloni Belanda, yang secara efektif diserahkan kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1962 melalui perjanjian yang dibuat oleh Amerika. Melalui referendum kontroversial pada tahun 1962, Indonesia mengontrol penuh wilayah itu. Hingga sekarang konflik masih berlanjut antara Organisasi Papua Merdeka OPM dengan tentara Indonesia.
Bukan Tanpa Alasan
Wenda lahir di desa Baliem di pusat dataran tinggi Papua Barat pada tahun 1975. Dia mengatakan, dirinya secara terpaksa sejak muda menyaksikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pasukan keamanan Indonesia.
“Bibi saya diperkosa di depan mata saya,“ kata dia.“Ibu saya dipukuli di depan saya. Saat itu saya berusia lima tahun. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya menangis.”
Ketika militer Indonesia membombardir desa Benny pada akhir 1970 an, keluarganya bersama ribuan orang lainnya dipaksa hidup bersembunyi di hutan.
Pengalaman inilah yang mengobarkan semangatnya untuk mencari kebenaran dan mencoba memerdekakan rakyatnya dari penindasan.
“Saat itulah saya berdiri dan mengatakan: ini tidak adil,” kata Wenda. ”Saya sekolah, belajar dan mulai berjuang untuk kemerdekaan rakyat saya.“
Wenda menjadi seorang pemimpin perwakilan sukunya pada tahun 1999, selama periode yang dikenal sebagai “Musim Semi Orang Papua,” masa ketika semakin banyak aksi damai menuntut kemerdekaan.
Tak lama kemudian dia dipenjara, ditangkap karena dituduh ikut merencanakan penyerangan sebuah kantor polisi dan membakar dua toko dalam kerusuhan tahun 2000. Dia menyebut penahanan itu bermotif politik dan pengadilan atas dirinya adalah pengadilan yang tidak adil. Organisasi Fair Trials International mendukung klaim Wenda.
Ketika di penjara, ia menulis sebuah lagu bagi para pendukungnya. Salah satu lirik lagu itu berisi: “Bagaimana sekarang saya bisa menolong rakyat jika saya terkurung?”
Setelah beberapa bulan dalam tahanan isolasi, Wenda berhasil melarikan diri. Dia kabur ke Papua Nugini dan kemudian dengan dibantu oleh LSM Eropa melakukan perjalanan ke Inggris, di mana ia kemudian mendapatkan suaka politik.
Kampanye Perubahan
Dalam pengasingan, Wenda mendirikan “Papua Barat Merdeka“ yang berkampanye menuntut penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat dan diakhirinya pelanggaran HAM, yang kata dia semakin memburuk. Tahun lalu saja, 22 aktivis tewas dibunuh., tambah Wenda.
Beberapa kalangan memperkirakan sebanyak setengah juta orang Papua terbunuh sejak Indonesia mengambil alih wilayah itu, dan organisasi HAM terus menerima laporan mengenai pelanggaran yang dilakukan tentara Indonesia.
“Situasi HAM semakin memburuk setiap hari,” kata Wenda. ”Orang Papua Barat kini sekarat di atas jalanan di tangan polisi. Dengan membunuh orang Papua mereka mendapat pangkat dan promosi.”
Banyak kepentingan Indonesia dan dunia di Papua Barat yang didasari atas kekayaan alam wilayah itu, dengan mengeksploitasi emas, tembaga, minyak dan penebangan hutan. Kepentingan ekonomi ini, sejalan dengan kepentingan strategis banyak Negara, sehingga membuat isu Papua Barat jauh dari sorotan.
Menyebarkan Kata
Wenda kini mendorong akses lebih besar bagi media asing dan organisasi HAM agar bisa bekerja di Papua.
“Selama 50 tahun terakhir para wartawan (asing-red) dilarang masuk,“ kata dia. “Kenapa Indonesia takut membolehkan para wartawan? Apakah mereka sedang menyembunyikan sesuatu? Jika mengkampanyekan demokrasi, maka sebuah negara demokratis seharusnya boleh bagi wartawan manapun.”
Kedutaan Indonesia di Australia menolak permintaan Deutsche Welle untuk memberi komentar atas pernyataan Benny Wenda. Mengenai akses media ke Papua Barat mereka mengatakan tidak ada larangan bagi media asing, sambil menambahkan bahwa dua tahun terakhir ada enam wartawan yang diperbolehkan berkunjung ke sana.
Sebagai pemimpin politik di pengasingan, Benny Wenda terus menerima informasi dari para pemimpin di dalam Papua Barat dan dia menggunakan kampanye internasional untuk membawa pesan mereka kepada para politisi dan komunitas di seluruh dunia.
“Saya sangat percaya bahwa kekuatan rakyat akan bisa mengubah keadaan, dan suatu hari rakyat saya akan bebas.“
Sumber: http://www.dw.de
4/10/2013
Fighting for a forgotten cause in West Papua
MENKOPOLHUKAM GIRING SEJUMLAH MENTERI BAHAS PAPUA
4/09/2013
Likely Indonesia out, West Papua in
MSG chairmanship transition coincides with momentum for West Papua membership
He will hold the role for two years from June when New Caledonia hosts the MSG Leaders Summit.
Johnny Blades reports that the summit coincides with a major drive to help the self-determination aspirations of Melanesian peoples not yet independent, notably West Papuans:
-----------------
Furthering the Kanak bid for independence from France was a core reason for the inception of the MSG twenty-five years ago.
MSG commitment to this cause may have veered off course in the intervening years, but it’s sharply returning to focus with the change of chairmanship and the fact that the four-year window for a possible referendum on New Caledonia’s independence as provided by the Noumea Accord begins next year.
Adding to the momentum, the former Papua New Guinea Prime Minister Sir Michael Somare recently warned that if the MSG cannot help fulfill the Kanak political aspirations, then ’it risks the danger of losing its existence’.
However Sir Michael has implored the MSG Secretariat to ’exercise caution and patience’ in dealing with the other big Melanesian self-determination issue, that of West Papua.
The West Papua National Coalition for Liberation recently lodged a formal application for full MSG membership and the summit is expected to feature a formal response.
There are signs that after years on the outer, encompassing the controversial granting of MSG observer status to Indonesia, the West Papuans’ time to join the club may have arrived.
Vanuatu’s new Prime Minister Moana Carcasses Kalosil says his government will push for West Papua to be granted full MSG membership
“It’s about time to recognise that the West Papua struggle, someone has to do something about it. We cannot just close our eyes and deny, say that there is nothing happening over there, because there are many human rights issues happening over there. We want West Papua to be a full member of the Melanesian Spearhead Group - this is something that we’re going to lobby for.”
The West Papua National Coalition for Liberation has been lobbying Melanesian leaders over the membership matter, including a visit to Fiji to talk with the current MSG chairman, Commodore Frank Bainimarama.
An advisor to the Coalition is the former Vanuatu Prime Minister Barak Sope who was impressed by the willingness of Fiji’s Prime Minister to pursue the matter.
“He is in a position to put it to the other heads of government. When I spoke last time (to RNZI on the matter), I was critical of Bainimarama and others because of Indonesia coming in to the MSG. But with their position this time, they’ve said ok, the West Papua case - after following the (application) procedure - it’ll now be considered by the MSG, it’s up to the MSG leaders to decide.”
The Solomon Islands Foreign Minister Clay Forau says his government is expecting an approach by the coalition, but has indicated his country will give its support.
“I think that’s the way we’re going now, helping our other friends in their fight for self-determination. You’re aware that we also co-sponsored a UN resolution for French Polynesia’s inscription on the decolonisation list.”
While Sir Michael Somare says dialogue and extensive consultation should underlie the MSG approach on the West Papua issue, it’s clear that the new generation of Melanesian leaders emerging is less willing than him to defer to the issue as purely an Indo domestic matter for Indonesia.
Membership in the MSG for West Papua is no certainty, but FLNKS chairmanship of the MSG is - both would give significant momentum to the decolonisation process in the region.
News Content © Radio New Zealand International
PO Box 123, Wellington, New Zealand
4/08/2013
BUNUH PEJUANG PAPUA, TAK AKAN SELESAIKAN MASALAH
![]() |
Dias Gwiyangge |
Ruben Magai: Dua Jenderal Jangan Saling Ancam
![]() |
Ruben Magai Anggota DPR Papua |
4/07/2013
Pengamat: Aceh Igin Merdeka Karena Tak Ingin Tenggelam Bersama Indonesia
![]() |
Bendera Aceh |
Demikian yang dikatakan pengamat politik Aceh, Al Chaidar, saat berbincang dengan Okezone, Minggu (7/4/2013). "Memang keinginan Aceh untuk merdeka masih besar," kata Chaidar.
Buruknya kepemimpinan di Indonesia, diakui Chaidar menjadi faktor utama penyebab masyarakat Aceh ingin melepaskan diri dari Indonesia.
"Orang-orang Aceh tidak ingin angkuh bersama Indonesia. Karena Indonesia dipimpin oleh presiden yang tidak begitu serius dalam mengelola kekuasaan dan politik," ungkapnya.
Pada masa perjuangan, kata dia, Aceh sudah sangat banyak membantu pemerintahan Indonesia. Namun kini, di tengah segala masalah yang membelenggu Indonesia, Aceh berusaha untuk menghindar agar tidak terpuruk.
"Aceh tidak ingin tenggelam bersama Indonesia. Pada masa Soekarno Aceh sudah membantu. Tapi kemudian Indonesia kok tidak menjadi lebih baik. Kalau begitu Acehpisah saja supaya tidak ambruk bersama. Artinya faktor kepemimpinan," tandasnya.
Seperti diberitakan, bendera bulan bintang sah menjadi bendera Aceh setelah diundangkan dalam lembaran daerah Qanun (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 pada 22 Maret 2013. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, meneken Qanun tersebut pada Senin 25 Maret.
Aceh memiliki kewenangan menggunakan bendera, lambang, serta himne khusus atas persetujuan legaslitaf dan eksekutif Aceh, sebagaimana disebut dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Smith airs jail raid concerns with Indonesia
![]() |
Defence Minister AU Stephen Smith |
Defence Minister Stephen Smith says he has discussed concerns over alleged human rights abuses with Indonesia.
Last month about 17 heavily armed men stormed an Indonesian jail and killed four inmates who were suspected of murdering a military commando.
The raid was professionally planned and described as a revenge attack.
Mr Smith, who has been in Jakarta this week, says there are suggestions either past or present Indonesian military personnel were involved.
"That's the subject of three separate investigations," he said.
He says he has raised concerns about that with his Indonesian counterpart, Purnomo Yugiantoro.
The country's anti-terrorism force, detachment 88, is also the subject of about 20 investigations over alleged human rights abuses.
Mr Smith says he has also discussed the Papuan provinces with Indonesian president Susilo Bambang Yudhoyono.
12 Tahun Refleksi Otsus Papua, Sampai Kapan Konflik Papua Berlarut?
Turius Wenda |
- Ada perbedaan persepsi mengenai History atau sejarah Integrasi integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia melalui Undang 1969 yang penuh kotroversial.
- Persoalan Keadilan, Perasaan traumatis warga Papua sebagai akibat dari penumpasan Papua dari masa lalu sampai Kni , yang dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia, namun tidak tersentuh Hukum atau tidak sepenuhnya diselidiki secara menyeluruh
- Terjadinya diskriminasi, teror, Penangkapan Aktivis semena-mena, dan marjinalisasi, dominasi, diskrimansi orang asli Papua
- Kegagalan otonomi khusus, terutama pembangunan di bidang ekonomi, kesehatan kesejahteraan dan pendidikan.
Human-rights group releases activists' alarm
- Sweden to probe Belarus teddy-drop stunt (19 Mar 13)
- Sweden launches new emergency number (12 Mar 13)
- Somali pirates kidnap aid workers: Swedish NGO (13 Jul 12)
The bracelet works as an assault alarm which is activated when the wearer presses a button or when it is removed by force.
A mobile signal is then sent out to the activists' nearby colleagues as well as to the Civil Rights Defenders’ Stockholm headquarters. Alerts are also instantly posted on Facebook and Twitter.
Civil Rights Defenders claimed that Estemirova's murder could have been prevented "had the correct authorities been made aware as soon as she had been kidnapped".
"The Natalia Project makes it easy for anyone to contribute to the safety of human rights defenders to allow them to carry on their crucial work, either showing strength in numbers, by ‘liking’ or following on social media, or by donating directly to support the ongoing work,” said Robert HĂ„rdh, executive director of Civil Rights Defenders.
The organization also claimed that the project will help put pressure on attackers.
"The fact that the whole world will immediately be aware of an attack forms a virtual, defensive perimeter around human rights defenders, who are at risk, as these regimes want to avoid international attention and criticism," the organization said in a statement.
The first five bracelets were distributed in April at the Defenders’ Days conference in Stockholm. Civil Rights Defenders hopes to hand out another 55 devices in the next 18 months.
Civil Rights Defenders was first founded in 1982 as the Swedish Helsinki Committee for Human Rights.