![]() |
| Papuan Protest |
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
5/03/2013
UN rights chief asks RI to open Papua to int’l journalists
4/29/2013
Kenapa Pusat Takut Berdialog Dengan Rakyat Papua?
Stop kekerasan di Papua [google] Berbagai kebijakan pusat tidak sampai ke daerah, hanya dinikmati segelintir elite Jakarta dan Papua. Permintaan dialog pun tidak pernah ditanggapi pemerintah pusat.
“Kami tidak mengerti, kenapa pemerintah pusat takut melakukan dialog dengan rakyat Papua? Ada apa?” kata Wakil Ketua DPRD Papua, Jimmy Demianus Ijie dalam diskusi di Press Room DPR RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jimmy Demianus Ijie mengatakan, masalah Papua harus diselesaikan dengan dialog. Tapi, yang menjadi pertanyaan selama ini kenapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum pernah mau berdialog dengan rakyat Papua?
Padahal, melalui dialog itulah segala masalah bisa diselesaikan dengan baik. Dengan dialog, Presiden SBY juga bisa langsung mengonfirmasi ke warga Papua, apakah pembangunan yang direncanakan melalui otonomi khusus (Otsus) dengan anggaran puluhan triliun rupiah selama ini, sudah berjalan sesuai program pemerintah
"Jadi, Pak SBY tidak perlu khawatir mereka akan meminta merdeka, dan itu tak akan pernah terjadi. Kami setia pada NKRI,” tegas Jimmy.
Kini, 50 tahun Papua masuk NKRI. Rakyat Papua pun minta pelurusan sejarah. Itu terpaksa dilakukan karena pusat tidak pernah mau berdialog dengan rakyat Papua.
Pelurusan sejarah Papua atau menurut bahasa UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khsusus (Otsus) Papua Pasal 46 Ayat 2 adalah Klarifikasi Sejarah Papua, harus menjadi salah satu agenda penting yang akan disepakati dalam penyelenggaraan Dialog Papua-Indonesia nantinya.
“Berkenaan dengan akan diselenggarakannya peringatan 50 tahun integrasi Papua ke NKRI pada 1 Mei 2013 mendatang, maka rakyat Papua akan mendesak Pemerintah Indonesia untuk duduk bersama secara damai dan bersahabat, saling terbuka dalam membicarakan soal pelurusan Sejarah Papua itu sendiri,” kata Yan Christian Warinussy, peraih pengharagaan internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005 di Canada kepada SP, Senin (29/4) pagi.
Menurut Yan, mungkin sangat baik jika segera mulai dipikirkan tentang pentingnya membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai langkah awal menurut amanat UU Otsus Papua untuk mewujudkan langkah Pelurusan Sejarah Papua itu sendiri.
“Dengan demikian, jika ada yang menyatakan bahwa tidak perlu melakukan pembicaraan tentang pelurusan sejarah Papua dalam konteks membangun kedamaian di Tanah Papua, maka sikap dan tindakan tersebut adalah inkonstitusional dan dapat dituntut secara hukum berdasarkan ketentuan Pasal 46 Ayat (2) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, sebagaimana diubah dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008,” kata ujarnya.
Tiga Jalur Solusi
Yan lebih jauh mengatakan, penyelesaian masalah Papua dapat ditempuh melalui tiga jalur yaitu politik melalui upaya diplomasi internasonal, jalur rekonsiliasi melalui dialog atau perundingan damai, dan jalur hukum.
Jalur politik, kata dia, telah dilakukan sejak penyelenggaraan Kongres Papua II pada 21 Mei - 4 Juni 2000 ,dengan ditetapkannya agenda politik yang didahului dengan pembentukan Presidium Dewan Papua [PDP], sebagai penyelenggara mandat perjuangan politik rakyat Papua.
Selanjutnya jalur rekonsiliasi telah pula ditetapkan dengan menetapkan dialog damai dengan pemerintah Indonesia sebagai pilihan pertama dalam menjalani langkah penyelesaian persoalan Papua.
“Sedangkan jalur hukum dapat ditempuh dengan menggunakan hak-hak konstitusional Orang Asli Papua sebagai warga negara Indonesia (WNI) dengan mempersoalkan setiap aturan perundangan setingkat undang undang yang nyata-nyata bertentangan dengan Konsitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945) dan mengakibatkan Orang Asli Papua menjadi dirugikan secara hukum,”kata Yan.
Ketiga jalur tersebut sudah dan sedang berjalan saat ini, dimana upaya-upaya tersebut seharusnya dilihat sebagai langkah demokratis yang berdasar hukum, dan memenuhi prinsip dan standar hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen di dalam penyelesaian masalah Papua dewasa ini.
Sementara itu, tokoh masyarakat Jayapura George Awi, mengatakan, harusnya semua dapat duduk bersama berbicara untuk membangun Tanah Papua kedepan.
"Momentum 50 tahun harusnya semua introspeksi kedepan, jangan saling menyalahkan," ujarnya.[154]
4/18/2013
Hanya Dialog Setiga yang Bisa Redam Konflik Papua
1/16/2013
This year, Jakarta-Papua Dialogue Held
12/01/2012
Jakarta dan Papua Harus Dialog
Demikian pendapat pengamat militer dan intelejen dari Universitas Indonesia Mardigu Wowiek Prasantyo. Ia mengatakan, meskipun pemerintah telah mengucurkan dana besar untuk Papua dan Papua Barat, namun ternyata hal itu tidak berdampak pada masyarakat papua secara keseluruhan.
Dari hasil pantauannya, ada tiga pengelompokan masyarakat Papua. Pertama, masyarakat adat, masyarakat agama dan penduduk. "Dalam artian, masyarakat punya adat, agama punya umat, pemerintah punya penduduk. Adat ini seakan-akan oleh pemerintah dianggap bukan penduduk, pemerintah seakan tidak mengurusi adat. Kesejahteraan hanya mengurusi penduduk, tidak mengurusi adat, agama," kata Mardigu.
Sehingga, lanjut Mardigu, ketidakpedulian pemerintah itulah yang dimanfaatkan oleh Organisasi Papua Merdeka untuk mengambil hati masyarakat adat, dan OPM tetap eksis. "Masyarakat adat lah yang berafiliasi OPM. Mereka (OPM) yang mengopeni masyarakat adat," tuturnya.
Ia menegaskan, triliunan dana otsus Papua dan Papua barat dari pengamatannya, tidak berdampak kepada masyarakat adat tersebut. "Pemerintah hanya mengucurkan dana besar. Kepada siapa saja dana itu mengalir, seakan tidak peduli. Kalau dilihat, pejabat pemerintah daerah yang kekayaannya ditimbun. Tidak mengalir k masyarakat adat," ujarnya.
Untuk itulah, dialog yang mengakomodasi semua pihak dan elemen masyarakat Papua harus digelar. "Dari forum tersebut, juga perlu dirancang langkah lanjutan seperti penanganan Aceh. Tiru kala waktu menyelesaikan aceh, seperti Malino. Dialog harus dilakukan, jangan hanya retorika dari Jakarta," ujarnya.
Mardigu mengatakan, tanpa penyelesaian dan duduk bersama OPM, eskalasi gangguan keamanan akan berlanjut. Ia mengatakan, pemerintah juga tidak bisa menjaga perbatasan yang dijadikan pintu masuk suplai senjata. "Sulit sekali dijaga, senjata itu tidak pernah selesai," ujarnya.
Mardigu pun mengatakan, diduga kuat ada tangan-tangan asing yang bermain di Papua. Beberapa indikasinya tampak dari jenis senjata yang digunakan adalah senjata-senjata baru dan bukan senjata standar Indonesia. Selain itu, taktik dan strategi yang para perusuh waktu menyerang, jelas metoda baru yang terlatih.(Mad/X-13)
11/23/2012
Being Negotiated Alternate Solution West Papua Problems
Also categorized as crimes against humanity, in my view may need to be resolved existing democratic means, perhaps through dialogue but can also be upgraded to talks or negotiations between the parties involved in the conflict.
The parties in question are Papuans who in this case also involves the Free Papua Movement [OPM] to the military wing that has been involved in the classic West Papua National Liberation Army [TPN-PB], as well as the Indonesian government with military - police.
Negotiations or if negotiations were to be implemented, it is expected that all issues be struggles and even become a source of conflict among interested parties as possible during this solution can be found in a peaceful solution.
And more democratic. It is expected to hold talks, the effort has been done to promote the elements of violence and caused many casualties, even the loss of material and financial terms of not a few others, and should be better utilized to provide protection primarily for civil society [indigenous] Papua always be a victim of even the most often sacrificed due to the prolonged conflict over the years.
For me the alternative dispute settlement Papua and violence, will cause casualties, especially armed violence that occurred during that involve direct military-police with PB TPN / OPM must immediately end, we all support the achievement of the settlement of the Papua issue through peaceful means and democratic.
Where akternatif is best achieved by holding talks [Negosiasai] peace that can be implemented by increasing the intensive dialogue between the parties to conflict in Papua for nearly 50 years. (tw)










