This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tampilkan postingan dengan label Dialog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dialog. Tampilkan semua postingan

5/03/2013

UN rights chief asks RI to open Papua to int’l journalists

Papuan Protest
The latest violence carried out by the security forces in Papua and West Papua provinces on April 30 and May 1, 2013, have been met with a strong response from the United Nations. Among other things, the UN has asked Indonesia to allow international journalists to enter the country’s easternmost province.

The UN's high commissioner for human rights, Navi Pillay, expressed deep concern on Thursday over a police crackdown on demonstrators in Papua and West Papua in recent days that reportedly left several people dead.

"These latest incidents are unfortunate examples of the ongoing suppression of freedom of expression and the excessive use of force in Papua," Pillay said in a statement received by tabloidjubi.com.

Media reports state that police shot and killed two protesters in the city of Sorong, West Papua, who were preparing to mark the 50th anniversary of Papua becoming part of Indonesia, while at least 20 demonstrators were arrested in the cities of Biak and Timika on May 1, the statement said.

"There has not been sufficient transparency in addressing serious human rights violations in Papua," Pillay said, urging Indonesia to allow international journalists and UN observers into the province. 

Head of the Papua branch of the Alliance of Independent Journalists (AJI), Victor Mambor, said earlier that there was no judicial regulation to prevent foreign journalists from entering Papua.

In practice, however, they are always refused entry by a number of ministries, such as the Foreign Ministry and the Coordinating Political, Legal and Security Affairs Ministry.

“This is strange. There is no judicial regulation, but the government prevents them [foreign journalists] entry with a variety of reasons, like visa and security issues,” Victor said.

“If a few happen to enter Papua, they go undercover as tourists or with a tight escort from the security apparatus, such as BIN” he said, referring to the National Intelligence Agency.

4/29/2013

Kenapa Pusat Takut Berdialog Dengan Rakyat Papua?

Stop kekerasan di Papua [google] Stop kekerasan di Papua [google]
Lima puluh tahun Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lima puluh tahun pula rakyat Papua terus menderita.

Berbagai kebijakan pusat tidak sampai ke daerah, hanya dinikmati segelintir elite Jakarta dan Papua. Permintaan dialog pun tidak pernah ditanggapi pemerintah pusat.

“Kami tidak mengerti, kenapa pemerintah pusat takut melakukan dialog dengan rakyat Papua? Ada apa?” kata  Wakil Ketua DPRD Papua, Jimmy Demianus Ijie dalam diskusi di Press Room DPR RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Jimmy Demianus Ijie mengatakan,  masalah Papua harus diselesaikan dengan dialog. Tapi, yang menjadi pertanyaan selama ini kenapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum pernah mau berdialog dengan rakyat Papua?

Padahal, melalui dialog itulah segala masalah bisa diselesaikan dengan baik. Dengan dialog, Presiden SBY juga bisa langsung mengonfirmasi ke warga Papua, apakah pembangunan yang direncanakan melalui otonomi khusus (Otsus) dengan anggaran puluhan triliun rupiah selama ini, sudah berjalan sesuai program pemerintah  

"Jadi, Pak SBY tidak perlu khawatir mereka akan meminta merdeka, dan itu tak akan pernah terjadi. Kami setia pada NKRI,” tegas Jimmy.

Kini, 50 tahun Papua masuk NKRI. Rakyat  Papua pun minta pelurusan sejarah. Itu terpaksa dilakukan karena pusat tidak pernah mau berdialog dengan rakyat Papua.

Pelurusan sejarah Papua atau menurut bahasa UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi  Khsusus (Otsus) Papua  Pasal 46 Ayat 2 adalah Klarifikasi Sejarah Papua, harus menjadi salah satu agenda penting yang akan disepakati dalam  penyelenggaraan Dialog Papua-Indonesia nantinya. 

“Berkenaan dengan akan diselenggarakannya peringatan 50 tahun integrasi Papua ke NKRI pada 1 Mei 2013 mendatang, maka rakyat Papua akan mendesak Pemerintah Indonesia untuk duduk bersama secara damai dan bersahabat, saling terbuka dalam membicarakan soal pelurusan Sejarah Papua itu sendiri,” kata Yan Christian Warinussy, peraih pengharagaan internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" tahun 2005  di Canada kepada SP, Senin (29/4) pagi.

Menurut Yan, mungkin sangat baik jika segera mulai dipikirkan tentang pentingnya membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai langkah awal menurut amanat UU Otsus Papua untuk mewujudkan langkah Pelurusan Sejarah Papua itu sendiri.  

“Dengan demikian, jika ada yang menyatakan bahwa tidak perlu melakukan pembicaraan tentang pelurusan sejarah Papua dalam konteks membangun kedamaian di Tanah Papua, maka sikap dan tindakan tersebut adalah inkonstitusional dan dapat dituntut secara hukum berdasarkan ketentuan Pasal 46 Ayat (2) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, sebagaimana diubah dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008,” kata ujarnya.

Tiga Jalur Solusi


Yan lebih jauh mengatakan, penyelesaian  masalah Papua dapat ditempuh melalui  tiga jalur yaitu  politik melalui upaya diplomasi internasonal,  jalur rekonsiliasi melalui dialog atau perundingan damai, dan jalur hukum.  

Jalur politik, kata dia, telah dilakukan sejak penyelenggaraan Kongres Papua II  pada 21 Mei  - 4 Juni 2000 ,dengan ditetapkannya agenda politik yang didahului dengan pembentukan Presidium Dewan Papua [PDP], sebagai penyelenggara mandat perjuangan politik rakyat Papua.

Selanjutnya jalur rekonsiliasi telah pula ditetapkan dengan menetapkan dialog damai dengan pemerintah Indonesia sebagai pilihan pertama dalam menjalani langkah penyelesaian persoalan Papua.  

“Sedangkan jalur hukum dapat ditempuh dengan menggunakan hak-hak konstitusional Orang Asli Papua sebagai warga negara Indonesia (WNI) dengan mempersoalkan setiap aturan perundangan setingkat undang undang yang nyata-nyata bertentangan dengan Konsitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945) dan mengakibatkan Orang Asli Papua menjadi dirugikan secara hukum,”kata Yan.  

Ketiga jalur tersebut sudah dan sedang berjalan saat ini, dimana upaya-upaya tersebut seharusnya dilihat sebagai langkah demokratis yang berdasar hukum, dan memenuhi prinsip dan standar hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Sehingga dapat dijadikan sebagai instrumen di dalam penyelesaian masalah Papua dewasa ini.      

Sementara itu,  tokoh masyarakat Jayapura George Awi, mengatakan, harusnya semua dapat duduk bersama berbicara untuk membangun Tanah Papua kedepan.

"Momentum 50 tahun harusnya semua introspeksi kedepan, jangan saling menyalahkan," ujarnya.[154]


4/18/2013

Hanya Dialog Setiga yang Bisa Redam Konflik Papua

Jayapura Ketua Solidaritas Hukum, HAM dan Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP), Usama Yogoby mengatakan, isu yang sementara ramai diperbincangkan yaitu dialog Jakarta – Papua, harus dimediasi oleh pihak yang netral.
 
“Kalau mau dialog ya harus ada pihak ketiga. Yang punya masalah, keduanya duduk bersama," ujar Usama di Abepura, Kota Jayapura, Kamis (18/4).

Menurut dia, dialog yang dimaksud, yaitu dialog antara pemerintah pusat dengan masyarakat asli Papua yang berseberangan dengan pemerintah (pro Papua merdeka). “Dialog denganpemerintah Indonesia, siapa wasitnya? Itu baru bisa berjalan normal,”ungkapnya.

Sebelumnya, Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor Neles Tebay, pada Senin (15/4) lalu mengatakan, di  Papua masih ditemukan indicator yang terjadi selama ini yaitu, masih adanya pengibaran Bendera Bintang Kejora, adanya tuntutan referendum, adanya tuntuan Papua Merdeka, stigma separatis terhadap orang Papua dan berbagai kekerasan.

Untuk meredamkan indicator di atas, pemerintah telah menggunakan metode pendekatan hukum, kekerasan, dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus). Namun ia menilai, ketiga pendekatan di atas belum mampu menuntaskan konflik yang terjadi di Papua.sehingga pada kesempatan itu dia menyarankan adanya dialog damai yang melibatkan pihak lain.

1/16/2013

This year, Jakarta-Papua Dialogue Held

Jayapura (15/1)-After a visit to Papua Papua problem solving related to the September 2012 and, Member of the Presidential Advisory Council (Watimpres) Legal Affairs and Human Rights, Albert Hasibuan, claimed to have given consideration to the President of the Republic of Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY ).

"I've given consideration, settlement of problems in Papua should be discussed together. Answer President welcomes it, "said Albert, when met after attending a Christmas Eve celebration with the National Mandate Party in Jayapura, Papua, on Sunday night (13/1).

According to Albert, he also has been visited by several Papuan leaders like Father Neles Tebay and Beny Giay, and several other religious leaders from Papua. "They are pushing for a dialogue and hopefully dialogue can be carried out in the year 2013. But I do not know exactly in what month, "he said.

It's just that according to Albert, his work in that direction (stimulated dialogue). For everyone, including the president expects peaceful land for Papua. "I think everyone, including the president and have a willingness to work towards it (dialogue) and a matter of time," he said.

While other considerations to the President, the former member of the National Commission on Human Rights, the Special Autonomy (Autonomy) for Papua to be fully realized, either by line in the region, and the central government.
"The others, the Commission must be held in Papua real and had to go to Papua, since many Papuan people complain, they ask questions about how the Special Autonomy Fund's accountability. So that the Commission should be here (Papua), "said Albert.

Just FYI, when Albert who became members of the Commission, he was once the Chief Investigator Violations (KPP HAM) East Timor (1999), KPP HAM Abepura (2000), Chairman of KPP HAM Trisakti, Semanggi I and Semanggi II (2001), and was inducted into Watimpres Legal Affairs and Human Rights in January 2012 ago.

On his visit to Papua as Watimpres, Albert met the ranks of government in Papua and Jayawijaya. Among them, MRP, Papua Police Headquarters and Makodam XVII Cenderawasih, NGO leaders, and church leaders. This visit, follow-up meetings with the community leaders in Papua Wantimpres Office on July 3, 2012 before. (Jubi / Levi)
 
By AWPA

12/01/2012

Jakarta dan Papua Harus Dialog

JAKARTA--MICOM: Pergolakan akibat aksi separatisme akan terus terjadi sebelum diwujudkannya dialog antara Pemerintah Pusat dan Masyarakat Papua. Dari forum tersebut, juga perlu dirancang langkah lanjutan seperti penanganan Aceh.

Demikian pendapat pengamat militer dan intelejen dari Universitas Indonesia Mardigu Wowiek Prasantyo. Ia mengatakan, meskipun pemerintah telah mengucurkan dana besar untuk Papua dan Papua Barat, namun ternyata hal itu tidak berdampak pada masyarakat papua secara keseluruhan.

Dari hasil pantauannya, ada tiga pengelompokan masyarakat Papua. Pertama, masyarakat adat, masyarakat agama dan penduduk. "Dalam artian, masyarakat punya adat, agama punya umat, pemerintah punya penduduk. Adat ini seakan-akan oleh pemerintah dianggap bukan penduduk, pemerintah seakan tidak mengurusi adat. Kesejahteraan hanya mengurusi penduduk, tidak mengurusi adat, agama," kata Mardigu.

Sehingga, lanjut Mardigu, ketidakpedulian pemerintah itulah yang dimanfaatkan oleh Organisasi Papua Merdeka untuk mengambil hati masyarakat adat, dan OPM tetap eksis. "Masyarakat adat lah yang berafiliasi OPM. Mereka (OPM) yang mengopeni masyarakat adat," tuturnya.

Ia menegaskan, triliunan dana otsus Papua dan Papua barat dari pengamatannya, tidak berdampak kepada masyarakat adat tersebut. "Pemerintah hanya mengucurkan dana besar. Kepada siapa saja dana itu mengalir, seakan tidak peduli. Kalau dilihat, pejabat pemerintah daerah yang kekayaannya ditimbun. Tidak mengalir k masyarakat adat," ujarnya.

Untuk itulah, dialog yang mengakomodasi semua pihak dan elemen masyarakat Papua harus digelar. "Dari forum tersebut, juga perlu dirancang langkah lanjutan seperti penanganan Aceh. Tiru kala waktu menyelesaikan aceh, seperti Malino. Dialog harus dilakukan, jangan hanya retorika dari Jakarta," ujarnya.

Mardigu mengatakan, tanpa penyelesaian dan duduk bersama OPM, eskalasi gangguan keamanan akan berlanjut. Ia mengatakan, pemerintah juga tidak bisa menjaga perbatasan yang dijadikan pintu masuk suplai senjata. "Sulit sekali dijaga, senjata itu tidak pernah selesai," ujarnya.

Mardigu pun mengatakan, diduga kuat ada tangan-tangan asing yang bermain di Papua. Beberapa indikasinya tampak dari jenis senjata yang digunakan adalah senjata-senjata baru dan bukan senjata standar Indonesia. Selain itu, taktik dan strategi yang para perusuh waktu menyerang, jelas metoda baru yang terlatih.(Mad/X-13)

11/23/2012

Being Negotiated Alternate Solution West Papua Problems

Efforts solutions to violent conflict in Papua, has an impact on the occurrence of violations of human rights.

Also categorized as crimes against humanity, in my view may need to be resolved existing democratic means, perhaps through dialogue but can also be upgraded to talks or negotiations between the parties involved in the conflict.


The parties in question are Papuans who in this case also involves the Free Papua Movement [OPM] to the military wing that has been involved in the classic West Papua National Liberation Army [TPN-PB], as well as the Indonesian government with military - police.


 
Negotiations or if negotiations were to be implemented, it is expected that all issues be struggles and even become a source of conflict among interested parties as possible during this solution can be found in a peaceful solution.


And more democratic. It is expected to hold talks, the effort has been done to promote the elements of violence and caused many casualties, even the loss of material and financial terms of not a few others, and should be better utilized to provide protection primarily for civil society [indigenous] Papua always be a victim of even the most often sacrificed due to the prolonged conflict over the years.


 
For me the alternative dispute settlement Papua and violence, will cause casualties, especially armed violence that occurred during that involve direct military-police with PB TPN / OPM must immediately end, we all support the achievement of the settlement of the Papua issue through peaceful means and democratic.


Where akternatif is best achieved by holding talks [Negosiasai] peace that can be implemented by increasing the intensive dialogue between the parties to conflict in Papua for nearly 50 years. (tw)




Jadikanlah Dialog Jakarta-Papua Menjadi Tombak Penyelesaian Koflik di Tanah Papua

Opini: by  Alexander Gobai
 
Melihat kondisi yang terjadi di papua, banyak kekerasan, pembunuhan dan tindakan-tindakan yang tidak benar, dilakukan oleh para militer, TNI/PORLI di papua. Situasi seperti ini, sudah memakan waktu yang cukup lama. Namun, masih terus terjadi penyisiran di papua.
 
Masyarakat papua telah habis karena perlakukn negatif yang dilakukan oleh para militer indonesia. Mereka melakukan penyisiran dari hari ke hari. Tanpa mengingat batas waktu. Bila dilihat-lihat itu adalah pekerjaan mereka setiap hari. 
 
Bila begitu, maka masyarakat papua tidak berani bergerak dan melawanan militer indonesia. Karena dominasi militer sekarang di papua, sudah semakin banyak. Telah terbangun bataliyon-bataliyon baru dan pos-pos militer di setiap kota maupun di setiap mata jalan.
 
Dengan demikian, masyarakat papua tidak bisa bergerak satu langkah ke depan. Sebab, ketika melangkah pasti disitu ada TNI/PORLI. Akan hal ini, perjuangan militer cukup hebat. Dalam arti telah menguasai tanah papua terlebih khusus kepada masyarakat papua.
 
Kekejaman militer terhadap masyarakat papua, sudah cukup banyak yang mengalami korban. Ada yang meninggal tanpa salah, ada yang meninggal dibunuh oleh OTK dan ada yang mati dibunuh karena kekarasan yang tidak memanusiawi. Karena adanya tindakan-tindakan seperti demikian, maka jalan satu-satu ialah banyak yang melakukan aksi-aksi masa, yang dilakukan oleh berbagai kalagan mahasiswa/i papua. Dengan tujuan menutut referendum.
 
Konflik di papua, telah mengalami banyak korban. Salah satunya terjadi penangkapan Buctar Tabuni di jayapura. Yang diduga karena melakukan keonaaran di papua. Dan terpukulnya Oktovianus pogau, yang sebagai wartawan suara papua dan wartawan globe kompas, ketika menunjukan kartu persnya kepada Kapolres Manokwari, papua, yang tujuanya ialah ingin mewawancarai demo yang sedang berlangsung di manokwari. Yang mana mahasiswa/i papua pada saat menyelenggarakan demo besar-besaran pada, selasa (23/10) 3 minggu lalu.
 
Ini adalah satu kontak negatif yang bertujuan untuk menutup-nutupi orang papua terhadap bangsa indonesia. Kadang-kadang mereka melihat dari segi-segi itu. Keonaran militer, TNI/Porli, telah membuat masyarakat papua, semakin gugup tinggal di tanahnya sendiri. Namun, itu bukan menjadi persoalan, yang menjad persoalan ialah harus membentuk negara dan bangsa papua. Itu yang ada di setiap benak orang papua.
 
Karena konflik terjadi terus-menerus, maka jalan satu-satunya untuk menyelesaika konflik ialah harus adakan dialog jakarta-papua. Saya sangat mendukung dan setuju dengan bukunya DR. Neles Tebai, yang menceritakan tentang dialog jakarta-papua. Ini merupakan tombak penyelesaian masalah antara papua dan jakarta.
 
Harus ada dialog terbuka antara kedua belah pihak, baik dari jakarta maupun papua. Harus duduk bersama-sama dan membuka wacana antara kedua bela pihak dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Jangan meninggalkan masalah (konflik) ini, terjadi terus-menerus. Bila tidak menyelesaikan masalah dengan baik dan benar, saya yakin masalah akan semakin besar. Dan kelak jakarta dan papua akan baku bunuh sendiri.
 
Supaya tidak terjadi konflik ini, maka gunakan dialog menjadi tombak utama dalam menyelesaikan masalah di papua. Akan hal ini, saya yakin 100%, papua akan aman da tentram